Mengenal Multikulturalisme, Seberapa Tahukah Anda ?

Friday, April 28, 2017


MULTIKULTURALISME
Oleh:
DIKA NUGRAHA (NIM 1301402)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


     Definisi multikulturalisme menurut para ahli:
a.  Menurut Azyumardi Azra (dalam Kurniawan, 2015), multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan realitas pluralitas agama dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme juga dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.
b.    Menurut Blum (dalam Lubis, 2006) Multikulturalisme meliputi pemahaman, apresiasi dan penilaian budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.
c.    Menurut HAR Tilaar (dalam Guchi, 2012), multikulturalisme merupakan usaha untuk menemukan potensi budaya yang dimiliki oleh suatu komunitas sebagai modal sosial dalam menghadapi masa depan yang penuh resiko.
d.    Menurut Nugroho (dalam Guchi, 2012) multikulturalisme adalah suatu upaya keras untuk mengerti perbedaan-perbedaan yang selama ini ada di tengah-tengah masyarakat dan dunia internasional. Berupaya mengerti perbedaan-perbedaan bukan berarti menyamakan kebenaran-kebenaran, melainkan berupaya menghindari konflik (menciptakan Perdamaian) dan bersama-sama memikirkan kemajuan bersama.
e.      Menurut Suparlan (dalam Kurniawan, 2015), multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesetaraan baik individu dan budaya.

Baca Juga : Apa Itu Sejarah ?
                  Komparasi2 (Dua) Buku dari Aspek Metodologisnya
                  Tips Cara Membuat Anotasi Bibliografi Buku Sumber Sejarah
                  Ini Pendapatku, Mana Pendapatmu ?


                  Apakah Benar, di Cadas Pangeran Sumedang
     
     Multikulturalisme sebagai Sebuah Keniscayaan
       Sebagai sebuah bangsa yang majemuk, Indonesia rentan atas konflik-konflik horizontal yang dimunculkan karena adanya keragaman dalam masyarakatnya. Konflik tersebut dapat memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa jika tidak adanya manajemen konflik yang baik dari pemerintah dan juga masyarakat Indonesia. Para tokoh pendiri bangsa ini mengerti betul adanya potensi konflik yang mungkin dimunculkan dari keragaman yang ada di Indonesia sehingga kalimat Bhineka Tunggal Ika dikutip dari kitab Sutasoma dan menjadi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semboyan tersebut mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan (unity in diversity, diversity in unity).
Namun demikian, setelah lebih dari 65 tahun Indonesia merdeka, semboyan negara ini tampaknya belum dimaknai secara utuh, sebagaimana yang dinyatakan oleh Manneke Budiman (2003, hlm.158) bahwa kemajemukan budaya di Indonesia masih menjadi sebuah kendala daripada aset dalam proses nation-building.
Banyaknya konflik yang terjadi di antara kelompok yang berbeda, seperti berbeda suku, etnis, ataupun agama. Namun demikian, Adanya perbedaan dalam masyarakat tidak bisa dihindarkan, karena perbedaan muncul dari adanya identitas masyarakat.
Dalam suatu masyarakat berkembang prasangka bahwa kelompok yang satu dianggap lebih baik daripada yang lain, begitupun sebaliknya. Sudut pandang ini yang menyebabkan masyarakat meyakini bahwa perbedaan merupakan sebuah kendala dalam masyarakat multikultural. Namun demikian, perlu dipahami juga bahwa dalam masyarakat yang beragam, pergesekan-pergesekan atau bahkan konflik pasti terjadi. Karenanya, perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam masyarakat yang majemuk.
Karena perbedaan merupakan sebuah keniscayaan, yang diharapkan dari masyarakat yang majemuk bukanlah menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada. Jika yang diharapkan adalah harmoni dan akhir dari konflik sosial yang ada, maka sama saja kita hidup dalam imajinasi yang terlalu ideal untuk menjadi nyata. Dengan demikian yang kita tuju dalam masyarakat multikultural ini bukanlah harmonisasi ataupun keselarasan, melainkan kemampuan dan kecakapan yang memadai dalam manajemen konflik. Itulah mengapa multikulturalisme dikataan sebagai sebuah keniscayaan.

     Tantangan dan Peluang Multikulturalisme di Indonesia
Adapun tantangan multikulturalisme di Indonesia menurut saya yaitu:
a.    Primordialisme
Primordialisme adalah suatu pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya sehingga membentuk sikap tertentu. Secara etimologis, primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus (pertama) dan ordiri (tenunan atau ikatan).
Primordial artinya ikatan-ikatan utama seseorang dalam kehidupan sosial, dengan hal-hal yang dibawa sejak kelahirannya, seperti suku bangsa, ras, daerah kelahiran, klan, agama, dan sebagairnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, primordialisme diartikan sebagai kata perasaan kesukuan yang berlebihan. 
Menurut Robuskha and Shepsle (dalam Fadlurrohim, 2014), primordialisme yaitu loyalitas yang berlebihan terhadap budaya subnasional seperti suku bangsa, agama, ras, kedaerahan & keluarga.
Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok sosial merupakan faktor penting dalam memperkuat ikatan golongan atau kelompok yang bersangkutan dalam menghadapi ancaman dari luar. Namun, seiring dengan itu, primordialisme juga dapat membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain.
b.    Etnosentrisme
Menurut Matsumoto (dalam Templatiod, 2015) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia  hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Sehingga etnosentrisme merupakan suatu kenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai sesuatu yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain.
Adapun peluang multikulturalisme di Indonesia menurut saya yaitu:
a.    Penguatan Budaya Lokal
Amany (2010), mengatakan bahwa munculnya wacana dan gagasan multikulturalisme telah memberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan kebudayaan lokal di Indonesia. Semangat etnisitas dan lokalitas itu tidak akan dapat ditolak dalam masyarakat multikulturalisme. Yang terpenting dilakukan adalah bagaimana meningkatkan pemahaman yang benar tentang etnisitas dan menemukan cara yang tepat untuk mengelola keberagaman dan kebangkitan etnik. Selain dengan membangun komunikasi antar budaya dalam lingkungan sosial yang beragam, pendidikan multikultural juga dapat menjadi pilar yang dapat mendukung dan menjelaskan kebangkitan etnik dan budaya yang sesungguhnya sangat beragam.
b.    Keadaan Geografis
Indonesia terbagi atas lebih dari 13.000 pulau, hal tersebut menyebabkan penduduk yang menempati pulau tertentu menjadi satu kesatuan yang utuh, begitupun dengan penduduk di wilayah lainnya, inilah yang dinamakan dengan identitas dalam masyarakat. Suku-suku bangsa yang hidup secara bersamaan tersebut membentuk unsur-unsur budaya nya sendiri yang berbeda dari suku bangsa lainnya di wilayah Indonesia. Mereka pun diberikan kebebasan dalam mengembangkan setiap budaya yang mereka ciptakan, yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang beraku dalam masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan penduduk Indonesia menjadi beragam, maka peluang multikulturalisme di Indonesia sangatlah tinggi.

     Multikulturalisme di Amerika Serikat dan di Kanada. Mana yang lebih unggul?
a.    Multikulturalisme di Amerika Serikat
Menurut Ridho Tanthowi (2013), pendidikan multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik teoritis maupun praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang pertama kali dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan multikultural lebih pada supremasi kulit putih di AS dan diskriminasi yang dialami kulit hitam (Murrell P., 1999). Pendidikan multikultural berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.
Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Banks, 2004: 4), yaitu: (1) pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan; (2) pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu kelompok yang lain; (3) konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama. Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi sebagai warga negara AS. Kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, ras, dan budaya; (4) pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia.
Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada imigran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.
Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.
b.    Multikulturalisme di Kanada
Menurut Dede Yusuf (2013), berbeda dengan di Amerika Serikat yang menerapkap politik asimilasi, Pemerintah di Kanada menerakan politik multikulturalisme mulai tahun 1971 yang memberlakukan status yang sama untuk Bahasa Perancis dan Inggris sebagai Bahasa resmi. Pada tahun 1972 didirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi sosial, dan hubungan positif antar ras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculruralism act (1988) yang isinya: (1) alokasi dana untuk memajukan hubungan harmonis antar ras, (2) memperluas saling pengertian kebudayaan yang berbeda, (3) memperluas budaya dan Bahasa asli, (4) kesempatan yang sama untuk berpartisipasi, dan (5) pengembangan kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.
Kanada merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan mutikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalamnya program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotip dan prasangka antar etnis.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka menurut saya lebih ungul multikulturalisme di kanada dibandingkan dengan di Amerika Serikat.

     Persamaan dan Perbedaan Multkulturalisme di Indonesia dengan di Malaysia
     a.        Multikulturalisme di Indonesia
Menurut Buladjaroberto (2014), masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana setiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme Indonesia, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
b.                            Mutikulturalisme di Malaysia
Menurut Ridho Tanthowi (2013), Malaysia adalah negara yang memiliki keragaman budaya yang plural dan heterogen. Malaysia merupakan negara persemakmuran Inggris yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya. Malaysia dan Indonesia merupakan saudara satu rumpun yang memiliki banyak persamaan. Keanekaragaman etnis, agama, dan budaya merupakan sedikit bentuk persamaan antara Malaysia dengan Indonesia.
Masyarakat Malaysia identik dengan sebutan “orang Melayu”. Padahal bukan hanya Malaysia yang merupakan orang Melayu, Indonesia juga merupakan orang Melayu, dan negara-negara di Asia Tenggara juga merupakan orang Melayu. Mengapa harus ada sebutan “orang Melayu” bagi warga Malaysia? Padahal bukan hanya Malaysia yang merupakan orang Melayu. Ini semua karena faktor sejarah dan budaya yang ada di Malaysia.
Sedikit berbeda dengan di Indonesia yang terdiri dari banyak etnis yang beranekaragam. Masyarakat Malaysia sudah lama mengakui bahwa minimal ada empat golongan etnis di Malaysia, yaitu etnis Melayu, Cina, India, dan penduduk asli yang bertempat tinggal di Sabah dan Serawak. Dengan kata lain, di Malaysia, masyarakat tidak terlalu dipusingkan dengan perbedaan etnis yang ada. Identitas tiap etnis yang berbeda pun dapat dengan mudah diterima dalam kehidupan bermasyarakat di Malaysia.
Penduduk Malaysia mencapai 28,3 juta jiwa yang mana mayoritas penduduknya adalah penduduk asli atau pribumi negeri itu, yang dalam bahasa Melayu biasa dikenal dengan sebutan bumiputera. Penduduk asli Malaysia mencapai 67,4 persen dari populasi total, orang-orang Cina mencapai 24,6 persen dan India mencapai 7,3 persen.
Bahasa yang digunakan di Negara Malaysia adalah bahasa Melayu. Seperti negara-negara lain yang memiliki Bahasa Nasional, di Malaysia bahasa yang menjadi bahasa resminya adalah bahasa Melayu. Dengan keanekaragaman budaya yang berbeda, bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di Malaysia pun dapat diterima oleh rakyatnya.
Pada bidang pendidikan di Malaysia ruang-ruang linguistik, kultural, edukasional, dan artistik telah menunjukkan perkembangan yang sangat luar biasa, dengan lahirnya imajinasi-imajinasi dan nilai-nilai pluralis baru. Hal ini dibuktikan dengan anak-anak Malaysia yang berbeda latar belakang etnis dan religius belajar saling berdampingan dengan di sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu.

     Daftar Pustaka
     Amany, M. L. (2010). Pendidikan Multukultural: Peluang bagi Penguatan Budaya Lokal. Tersedia 
     Budiman, M. (2003). Multikulturalisme: Antara Kekhawatiran dan Harapan. Dalam Cakrawala 
          tak Berbatas. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
     Buladjaroberto. (2014). Keadaan Multikulturalisme Indonesia yang Multikulturalisme. Tersedia di:   
          multikulturalisme/.
      Fadlurrohim, I. (2014). Primordialisme. Tersedia di: http://beribahan.blogspot.co.id/2014/10
           /primordialisme.html.
      Guchi, U. S. (2012). Multikulturalisme. Tersedia di: http://unchu87.blogspot.co.id/2012/02
           /multikulturalisme.html.
      Kurniawan, A. (2015). 9 Pengertian Multikultural Menurut para Ahli. Tersedia di:  
           http://www.gurupendidikan.com/9-pengertian-multikultural-menurut-para-ahli/
      Lubis, A. Y.(2006). Deskontruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu.
    Tanthowi, R. (2013). Perbandingan Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara. Tersedia di: https://phierda.wordpress.com/2013/01/29/perbandingan-pendidikan-multikultural-di-berbagai-negara/.
      Templatoid (2015). Pengertian Teori Etnosentrisme Tipe dan Faktor yang Mempengaruhi 
          Etnosentrisme. Tersedia di: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-teori-etnosentrisme-
          tipe-dan.html. 
   Yusuf, D. (2013). Kajian Multikulturalisme Kanada. Tersedia di: http://sejarahakademika.blogspot.co.id
          /2013/08/kajian-multikulturalisme-kanada.html.

0 comments:

Post a Comment