Friday, April 28, 2017
ANOTASI
BIBLIOGRAFI
BUKU SUMBER SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
BUKU SUMBER SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
Oleh:
DIKA NUGRAHA (NIM 1301402)
DEPARTEMEN
PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Menurut buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI (2015, hlm: 10), anotasi bibliografi terdiri atas kata "anotasi" dan "bibliografi". Anotasi mengandung arti "ringkasan atau evaluasi", sementara bibliografi dapat diartikan sebagai "daftar sumber bacaan yang digunakan untuk mengkaji sebuah topik". Dengan kata lain, anotasi bibliografi merupakan bentuk tulisan yang memaparkan kajian atau ringkasan singkat dari beberapa buku atau artikel yang saling berkaitan. Di samping itu, uraiannya menggambarkan pemahaman penulis terhadap buku atau artikel yang dibahas.
Baca Juga: Apa Itu Sejarah ?
Komparasi2 (Dua) Buku dari Aspek Metodologisnya
Mengenal Multikulturalisme, Seberapa Tahukah Anda ?
Ini Pendapatku, Mana Pendapatmu ?
Baca Juga: Apa Itu Sejarah ?
Komparasi2 (Dua) Buku dari Aspek Metodologisnya
Mengenal Multikulturalisme, Seberapa Tahukah Anda ?
Ini Pendapatku, Mana Pendapatmu ?
Adapun format umum anotasi bibliografi dapat bersifat deskriptif maupun deskripftif-evaluatif. Struktur umum anotasi bibliografi pada dasarnya mengikuti pola berikut:
1. Detil sumber kutipan (penulisan referensi dengan gaya selingkung tertentu).
2. Pernyataan singkat mengenai fokus utama tujuan penulisan buku atau sumber bacaan tertentu.
3. Ringkasan teori, temuan penelitian atau argumen yang dimuat di dalamnya.
4. Pertimbangan terkait kelebihan atau kekurangan yang dimiliki sumber bacaan terebut dari segi kredibilitas penulis, argumen yang disampaikan, dll.
5. Komentar evaluatif terkait bagaimana hasil kajian dari sumber yang dibaca dapat sejalan dan berguna bagi penelitian yang sedang dilakukan.
Berikut ini beberapa contoh anotasi bibliografi terhadap buku sumber Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
1.
Pagoejoeban Pasoendan 1927-1942:
Profil Pergerakan Etno-nasionalis
Karya Suharto, Tahun Terbit: 2002, Penerbit: Satya Historika, Bandung.
Kata Kunci:
Pagoejoeban Pasoendan, PPPKI, Boedi Oetomo, Parindra, PBI
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Pagoejoeban
Pasoendan didirikan di Jakarta, tepatnya di rumah seorang yang kemudian
terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Pertama, bukan di gedung STOVIA.
Perkumpulan itu baru didirikan dalam suatu rapat yang diadakan pada hari
Minggu, tanggal 20 Mei 1913. Semua tulisan yang membicarakan perkumpulan itu
menyebutkan bahwa Pagoejoeban Pasoendan didirikan bulan September 1914, ada
pula yang menyebutkan tanggalnya yaitu 22 September 1914. Tanggal yang terakhir
adalah tanggal surat permohonan Pengurus Besar Pagoejoeban Pasoendan yang
pertama kepada Pemerintah Hindia Belanda agar perkumpulan itu disahkan.
Alasan lahirnya Pagoejoeban Pasoendan
karena adanya rasa tidak puas antara anggota-anggota asal Sunda terhadap Boedi
Oetomo yang dinilai dari segi sosial-budaya hanya merangkul penduduk Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Pada 1927 Pagoejoeban Pasoendan menjadi anggota PPPKI
(Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) karena
telah menerima ideologi nasionalisme Indonesia yang mengubah sifat perkumpulan
etnis menjadi perkumpulan etno-nasionalis. Pada kongres Pagoejoban Pasoendan tahun
1936 diputuskan bahwa perkumpulan tersebut tidak meleburkan diri dalam badan
fusi Partai Indonesia Raya (Parindra) yang dibentuk oleh Boedi Oetomo dan
Persatoean Bangsa Indonesia (PBI) pada akhir tahun 1935.
Kelebihan buku tersebut adalah bahasanya
yang mudah untuk dipahami oleh pembacanya, penulisnya mencoba seobjektif
mungkin dalam menanggapi detil-detil peristiwa sejarah yang menyangkut
Pagoejoeban Pasoendan.
2. Sejarah
Pergerakan Rakyat Indonesia
Karya A. K.
Pringgodigdo, Tahun Terbit: 1978 Cetakan Kedelapan, Penerbit: Dian Rakyat,
Jakarta.
Kata Kunci: Pergerakan
Indonesia
Dalam buku tersebut diterangkan bahwa
kata pergerakan meliputi semua aksi yang dilakukan dengan organisasi secara
modern ke arah perbaikan hidup untuk bangsa Indonesia, oleh karena tidak
puasnya dengan keadaan masyarakat yang ada.
Istilah pergerakan ini tidak saja
mengenal gerakan yang menuju ke perbaikan derajat hidup semuanya (aksi
politik), akan tetapi juga mengenai hal yang hanya merupakan sebagian saja
(umpamanya hanya perekonomian, hanya kebudayaan, kebudayaan, keagamaan,
pengajaran, kewanitaan, pemuda, dsb).
Selain itu juga buku tersebut mencoba
membuat ikhtisar hidupnya Pergerakan Indonesia di Pulau Jawa tahun 1908-1942,
agar bisa mengetahui benar-benar prinsip umum dari masing-masing pergerakan
yang berpengaruh agak besar dan cara-cara aksi yang dilakukannya.
Kelebihan dari buku ini antara lain,
pembahasannya cukup mendalam, yang mana setiap peristiwa, organisasi,
partai-partai, dll, dijelaskan secara khusus. Di dalam buku ini juga di
lampirkan data-data tentang jumlah anggota dewan rakyat.
3. Nusantara
Sejarah Indonesia
Karya
Bernard H.M Vlekke, Tahun Terbit: 2008, Penerbit: KPG, Jakarta.
Kata
Kunci: Pergerakan abad 20, BU, SI
Di
dalam buku tersebut dilukiskan mengenai sejarah Indonesia dari periode
Prasejarah-kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini terdapat bab yang membahas
mengenai periode pergerakan nasional, yaitu pada BAB 15 tentang pergerakan,
yakni Berakhirnya Suatu Koloni Lahirnya Suatu Bangsa.
Kelebihan
buku ini adalah memfasilitasi pembaca yang ingin mengetahui secara umum periode
pergerakan nasional Indonesia. Kelemahan buku ini adalah penjelasnnya kurang
mendalam karena hanya menjelaskan secara umum pergerakan nasional di Indonesia,
tidak secara spesifik.
4. Sejarah
Nasional dan Umum 2
Karya
Amrin Imran dan Saleh A. Djamhari, Tahun Terbit: 1998, Penerbit: Balai Pustaka,
Jakarta.
Kata
Kunci: Pergerakan Nasional, drainage, cultuurstelsel,
STOVIA
Dalam buku tersebut dipaparkankan
mengenai latarbelakang lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia terutama dari
kondisi dalam negeri (akibat sistem pemerintahan kolonial yang menimbulkan ketimpangan
dalam masyarakat) dan juga pengaruh dari luar negeri (modernisasi Jepang, kaum
nasionalis India memperjuangkan swaraj
atau pemerintah sendiri yang lepas dari Inggris, gerakan nasionalis Filipina,
gerakan pembaruan Islam yang terjadi di berbagai negara Islam).
Bentuk
pergerakan nasional ialah mendirikan organisasi dan strategi perjuangan
disesuaikan dengan ciri khas masing-masing organisasi. Selain itu dibahas juga
mengenai azas Perhimpunan Indonesia sebagai manifesto politik, usaha menggalang
persatuan, Pergerakan Nasional pada masa pendudukan Jepang, dampak pendudukan
Jepang, serta aktivitas perjuangan dalam mempersiapan kemerdekaan.
Kelebihannya
adalah buku tersebut menurut saya mencoba memupuk semangat kebangsaan dan cinta
tanah air, serta mengenalkan corak dan bentuk hubungan antarbangsa di dunia ke
pada siswa SMU kelas 2. Kelemahannya adalah karena sasarannya siswa, jadi
penjelasan setiap sub-bab nya tidak terlalu rinci.
5. Zaman
Bergerak: Radikalisme rakyat di Jawa, 1912-1926
Karya
Takashi Shiraishi, Penerjemah: Hilmar Farid, Tahun Terbit: 2005 Cetakan Kedua,
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Kata
Kunci: Boedi Oetomo, Indische
Sociaal - Democratische Vereeniging, STOVIA, Algemeene, Volksraad
Dalam
buku tersebut disajikan materi yang mengatakan bahwa untuk melihat fenomena
kebangkitan “bumiputra” pada awal abad ke-20 itu terdapat pada gerakan rakyat
yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan
pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian,
teater dan pemberontakan.
Secara
keseluruhan, kajian yang kaya akan informasi berharga ini memperlihatkan
bagaimana ekspresi politik modern yang memberi sumbangan pada wacana nasionalis
yang sedang tumbuh kemudian dipakai oleh figur-figur yang berbeda. Dengan kata
lain, penulis buku ini telah memberi gambaran yang jelas mengenai situasi yang
terjadi di awal, dimana pemikir dan actor politik mulai menggunakan penjelasan
modern dalam perjuangan mereka. Zaman bergerak, oleh karena itu maka akan memperdalam
pemahaman sebenarnya tentang kehidupan politik di Indonesia pada seperempat
pertama abad ini.
Lahirnya
pergerakan yang radikal adalah pada tahun 1912, terjadi permusuhan antara
orang-orang Jawa Rekso Roemekso dan orang-orang Tionghoa dari Kong Sing. Dan
pergerakan radikal berakhir adalah pada tahun 1926 dimana pemberontakan komunis
gagal dengan dibantainya PKI dan para massa pengikutnya. Awal tahun 1927,
generasi intelektual nasionalis, yang kesadaran politiknya terbentuk sejak awal
1920-an, muncul di pentas politik dan mulai “bergerak” dari tempat yang sudah
disediakan oleh generasi sebelumnya. Soekarno dengan slogan NASAKOM
(nasionalis, agama, dan komunis) mengawali zaman baru untuk melawan kolonial
dalam mencapai Indonesia merdeka.
Bab-bab
dalam buku ini dibagi secara kronologis menjadi empat bagian. Setelah
menggambarkan Surakarta sebagai arena, lalu dalam Bab 2 membicarakan pergerakan
pada masa awal pembentukannya (1912-1917) dan transformasinya ke dalam zaman
mogok (1918-1920) dalam Bab 3, 4, dan 5. Kemudian beranjak pada Bab 6 dan 7
mengenai zaman partai pada masa pergerakan. Dalam bab terakhir dibahas mengenai
masa akhir pergerakan yang bergerak menuju pemberontakan komunis yang gagal
pada akhir 1926 dan awal 1927.
Kelebihan
buku ini adalah penulis mencoba membicarakan mengenai pergulatan antara
kelompok-kelompok komunis dan Islam di dalam tubuh Sarekat Islam yang belum
banyak dibahas oleh para sejarawan. Selain itu, juga organisasi-organisasi
diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu.
Kelemahan
buku ini adalah saking lengkapnya, malahan terlalu bertele-tele yang dimulai
dari Surakarta dan Yogyakarta sebagai arena.
6. Peranan
Elit Agama pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia
Karya
Mohammad Iskandar, dkk. Tahun Terbit: 2000, Penerbit: Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Kata
Kunci: Muhammadiyah, Persis, SI, PSI, PSII, PERMI
Dalam buku tersebut, tepatnya dalam bab 3: “dari gerakan
sosial ke gerakan nasional”, terdapat bahasan mengenai peranan elit agama
(Islam) pada masa pergerakan nasional Indonesia. Dimulai dari perlawanan rakyat
daerah terhadap kekuasan kolonial Belanda, dan rakyat mendambakan seorang
ulama/kyai/shaik/mualim sebagai Ratu Adil yang akan membawa pada masa
kedamaian, masa keemasan. Pergerakan tersebut disebut dalam buku ini dengan “elit
agama dalam pergerakan sosial”. Lalu memasuki masa pergerakan nasional, di
Jakarta ketika tahun 1905 para ulama pembaharu mendirikan Jami’at Khair yang
kemudian mengembangkan kegiatannya dengan mendirikan Surat Kabar Harian
“Oetoesan Hindia” di bawah pimpinan Umar Said Cokroaminoto yang kemudian lebih
dikenal sebagai pemimpin Sarekat Islam. Di Yogyakarta pada 1912, Kyai Haji
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Disusul pendirian Al- Islam Wal- Irsyad
di Jakarta (1923), Persatuan Islam di Bandung (1923), dan masih banyak lagi.
Sarekat Dagang Islam yang didirkan oleh Tjokroaminoto pada
tahun 1911 dan diganti namanya menjadi Sarekat Islam pada 1912 memiliki anggota
ribuan orang bahkan ada yang menyebutkan sampai dua juta orang. Kongres pertamanya
tahun 1916 yang bernama “National
Indische Congres”untuk pertama kali dikemukakan perasaan kebangsaan Indische yang mengikat seluruh suku
bangsa yang ada di kepulauan Hindia Kongres tersebut memutuskan bahwa HOS
Tjokroaminoto sebagai ketua dan Abdul Muis sebagai wakil ketua. Masalah hangat
dalam kongres itu adalah peranan SI dan Umat Islam pada umumnya dalam kegiatan
kenegaraan. Selain itu dibahas upaya memajukan bidang ilmu pendidikan serta
masalah demokrasi dan sosialisme dalm hubungannya dengan Islam.
Selain Tjokroaminoto sebagai rokoh ulama kharismatik di tubuh
SI, pada tahun 1915 bergabung pula haji Agus Salim yang pada periode
selanjutnya memberikan makna pada Sarekat Islam dengan warna keislamannya. SI
kemudian terpecah menjadi SI merah dan SI putih, sehingga pada kongres yang
ke-6 SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam, selanjutnya kongres tahun 1931,
PSI berubah menjad Partai Sarekat Islam Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat,
para alim ulama membentuk Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI).
Selanjutnya dirikan Al-
Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) oleh K. H. Ajengan Ahmad Sanusi pada 1931.
Kemudian AII berkontribusi dalam mendukung gagasan Kyai Haji Mas Mansur dan
Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk membentuk organisasi yang menyatukan seluruh umat
Islam, yaitu majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).
Kelebihan buku ini adalah mencoba mengungkap peranan elit
Islam terhadap pergerakan nasional di Indonesia, bahwa kaum Islam juga turut
berjuang dan berpengaruh terhadap Indonesia Merdeka. Kelemahan buku ini adalah
karena memandang dari sudut pandang orang-orang atau pelakunya berlatarbelakang
Islam, maka bagian lain selain yang menyangkut Islam tidak dikaji.
7. Soekarno:
Biografi Singkat 1901-1970
Karya
Taufik Adi Susilo, Tahun Terbit: 2010, Cetakan Kedua, Penerbit: Garasi,
Yogyakarta.
Kata
Kunci: PNI, Indonesia Menggugat
Buku karya Taufik Adi Susilo ini menceritakan tentang biografi
singkat tokoh Soekarno dari tahun 1901-1970, yang mana di dalamnya terdapat
rentang waktu pergerakan nasional Indonesia. Dalam buku tersebut, Soekarno
diceritakan tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto. HOS Tjokroaminoto adalah guru
baginya, yang mengajarkan Islam dan sosialime. Dimulai saat mendirikan
Algemeene Studie Club pada tahun 1926 di Bandung yang merupakan cikal bakal
Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI merupakan partai politik tertua di
Indonesia yang didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional
Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Parta Nasional Indonesia pada
tahun 1928. Setahun kemudian, pemerintah kolonial Belanda menilai PNI sebagai
organisasi yang membahayakan, karena menyebarkan ajaran-ajaran kemerdekaan.
Akhirnya, pada tahun 1929 Soekarno beserta tokoh-tokoh PNI yang lain ditangkap
oleh pemerintah kolonial.
Sebelum ditangkap, Soekarno berpidato di atas mimbar dengan
mengepalkan tangannya, suaranya menggelegar, mengobarkan semangat di hadapan
Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia di Solo. Pidato tersebut
berisi kepercayaan Soekarno akan terjadinya Perang Pasifik yang membuat Belanda
terdepak dari tanah Nusantara dan disusul dengan kekalahan Jepang oleh sekutu,
yang didasarkan perhitungan situasi revolusioner yang akan datang. Tetapi
Soekarno tetap diadili di Landraad, Bandung, bersama tiga tokoh lainnya yaitu
Gatot Mangkuprojo, Maskun Sumadiredja, dan Supriadinata. Dalam masa pengadilan,
Soekarno menulis pidato “Indonesia Menggugat”, pledoi setebal 188 halaman.
Lewat pledoinya itu, Soekarno memaparkan praktik kebobrokan kapitalisme dan
imperialisme. Akhirnya Soekarno dan para tokoh lainnya dipenjarakan di
Sukamiskin, Bandung, setelah diadili di pengadilan Belanda.
Kelebihan buku ini adalah mengupas peran Soekarno sebagai
pendiri PNI, penulis Indonesia Menggugat, dalam kaitannya pergerakan nasional
Indonesia. Kelemahan buku ini adalah hanya membahas sepak terjang PNI sebagai
organisasi politik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
8. Soegondo
Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya
Karya
Dra. Sri Sutjiatiningsih, Tahun Terbit: 1982, Penerbit: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata
Kunci: Tri Koro Darmo, Jong Java, Algemeene Studiclub, Indonesische
Studieclub, PPPI
Buku ini berisikan mengenai biografi Soegondo Djojopoespito
sebagai tokoh yang berpengaruh dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia. Buku
tersebut menyoroti peran pemuda, peran organisasi pemuda yang beraifat
kedaerahan, dalam sumbangsihnya terhadap pergerakan nasional Indonesia.
Lahirnya
Budi Utomo sebagai suatu perhimpunan politik kebangsaan Indonesia, segera
disusul dengan berdirinya Sarekat Islam, Indische Party, Partai Komunis
Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan lain-lain. Lahirnya partai-partai
politik tersebut diikuti dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan pemuda (di
kalangan pelajar) yang bersifat kedaerahan. Tri Koro Dharmo yang didirikan pada
7 Maret 1915 yang kemudian pada tahun 1918 berubah menjadi Jong Java. Kemudian
pemuda dari Sumatera yang ada di Jakarta mendirikan Jong Sumatranen Bond.
Setelah itu disusul dengan berdirinya Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes,
Jong Timoresche Verbond.
Selain
perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan juga terdapat studiclub yang ada di
Surabaya yaitu Indonesische Studieclub,
dan yang ada di Bandung yaitu Algemeene
Studiclub. Disamping itu juga ada golongan pemuda yang mengendaki persatuan
Indonesia melalui Perhimpunan Indonesia yang pada awalnya, tahun 1908 bernama Indische Vereniging.
Di
dalam buku tersebut juga dibahas Kongres Pemuda I yang dipipin oleh M. Tabrani
dan Kongres Pemuda II, Soegondo Djojopoespito menjadi ketua sebagai wakil dari
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Dari Kongres Pemuda II pada
tanggal 27-28 Oktober 1928 ini ahirnya Sumpah Pemuda yang setiap pada tanggal
28 Oktober selalu kita rayakan sebagai Hari Sumpah Pemuda.
9. Oto
Iskandar Di Nata
Karya
Dra. Sri Sutjiatiningsih, Tahun Terbit: 1983, Cetakan Kedua, Penerbit:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata
Kunci: Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Volksraad
Buku karya Dra. Sri Sutjiatiningsih ini menyoroti mengenai
otobiografi Oto Iskandar Di Nata sebagai pemuda yang aktif turut serta dalam
perjuangan bangsa Indonesia. Dimulai dari Budi Utomo yang didirikan pada 20 Mei
1908, setelah Oto Iskandar Di Nata pindah ke Bandung, ia berusaha menghidupkan
kembali Budi Utomo yang pada waktu itu tidak terdengar kegiatannya. Dalam susunan kepengurusan yang
baru, ia menjabat sebagai wakil ketua.
Oto
Iskandar Di Nata juga aktif dalam Paguyuban Pasundan. Kemudian pada pemilihan
pengurus bulan Desember 1929 di Bandung, Oto Iskandar Di Nata terpilih menjadi
Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan sampai tahun 1945. Selain itu juga ia
aktif sebagai anggota Volksraad (Dewan
Rakyat).
Kelebihan
buku ini adalah karena bersifat biografi, maka penulis mencoba membuat pembaca untuk
memiliki jiwa patiotisme. Kelemahan buku ini adalah daftar rujukan sumbernya
kurang banyak dan tidak terdapatnya gambar.
10. Peranan
Pemuda: dari Sumpah Pemuda sampai Proklamasi
Karya
Sagimun MD, Tahun Terbit: 1989, Penerbit: Bina Aksara, Jakarta.
Kata Kunci: Gerakan
Pemuda, PNI, PPPI, Sumpah Pemuda
Buku karya Sagimun MD
ini merupakan buku yang bisa dikatakan cukup lengkap mengupas peranan pemuda
dari sumpah pemuda sampai proklamasi. Tidak hanya itu saja, dalam buku ini
dimulai dari latar belakang lahirnya gerakan pemuda yang diawali oleh kondisi
negeri Belanda yang kaya karena menguras kekayaan alam beserta sumber daya
manusia di Indonesia, sehingga menimbulkan semangat para pemuda untuk melakukan
sebuah pergerakan.
Sekolah dipandang sebaagi wadah komunikasi sosial bagi para
pemuda. Sehingga para pemuda yang notabene ikut berlajar di sekolah mulai
memiliki keinginan untuk mendirikan organisasi meski masih berasas kedaerahan,
seperi Trikorodarmo yang berubah menjadi Jong Java, Jong Sumatera Bond, Sekar
Rukun, Jong Minahasa, dll.
Persatuan
Indonesia makin mantap ketika Soekarno dan Hatta menggelorakan Persatuan
Nasional Indonesia, dalam hal ini Partai Nasional Indonesia (PNI) dipandang
sebagai pelopor Persatuan. Selain itu, ada juga organisasi-organisasi pemuda
yang berasas kebangsaan yang turut aktif dalam pergerakan nasional Indonesia,
yaitu Perhimpunan Indonesia, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dan
Pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia yang pada awalnya bernama Jong Indonesia,
kemudian diubah pada kongres pertamanya pada bulan Desember 1927 dengan alasan
masih ada bau Belandanya, yakni kata “Jong”. Meskipun Pemuda Indonesia bukan
merupakan organisasi politik dan tidak ikut dalm praktik politik, namun jiwa
dan semangatnya padat dengan cita-cita politik. Terbukti dengan adanya hubungan
dan persatuan batin bersama PNI.
Lalu
tercapailah sumpah pemuda dengan melalui Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda
II, tepatnya pada Kongres Pemuda II yang diadakan pada 27-28 Oktober 1928.
Kelebihan
buku ini adalah dapat memberikan semangat kepada pembaca yang tidak mengalami
perjuangan pada waktu itu. Kelemahan buku ini adalah tidak adanya ilustrasi
gambar sehingga pembaca menjadi bosan dan mengantuk.
11. Sejarah
Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional
Karya
Eko Praptanto, Tahun Terbit: 2013, Penerbit: Bina Sumber Daya MIPA, Jakarta
Kata
Kunci: Volksraad,
Politik Etis
Buku karya Eko Praptanto ini diawali dengan membahas mengenai
Politik Etis yang diterapkan di Indonesia sebagai produk kebijakan pemerintahan
kolonial Belanda. selain itu, dipaparkan pula mengenai kemunculan
organisasi-organisasi baik kedaerahan maupun kebangsaan, baik kooperatif maupun
radikal. Lalu membahas mengenai peristiwa Sumpah Pemuda beserta organisasi
perempuan, kemudian pembentukan volksraad
sampai meningkatnya peran volksraad tersebut.
Dan diakhiri dengan pembahasan tentang situasi perekonomian zaman kebangkitan
nasional, situasi sosial, perkembangan kesastraan, dan media massa.
Kelebihan buku ini adalah mudah dipahami karena isinya bersifat
kapita selekta, artinya materi yang dipilih secara umum atau garis besar
tentang beberapa pokok permasalahan, karena ditujukan kepada siswa dan bagi
guru yang akan mengajar, sehingga akan mempermudah untuk menguasai materinya.
Kelemahan buku ini adalah karena tujuannya hanya kepada siswa, maka kurang
efektif jika dijadikan sumber referensi bagi mahasiswa dan dosen atau akademisi
lainnya.
12. DR.
Cipto Mangunkusumo
Karya
Soegeng Reksodihardjo, Tahun Terbit: 2012, Cetakan Ketiga, Penerbit:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: Kolonialisme,
Feodalisme, nonkooperatif, Indiers
Buku
karya Soegeng Reksodihardjo ini menuturkan bagaimana perjuangan dan pengorbanan
yang dilakukan oleh dr. Cipto Mangunkusumo dalam membela rakyatnya yang
tertindas akibat kolonialisme dan feodalisme. Sifat Cipto yang terus terang
membeberkan kesalahan pemerintah kolonial serta memperlihatkan adanya
kepincangan-kepincangan dan ketidakadilan dalam masyarakat, nampak dalam
tulisan-tulisannya yang berani. Caranya dalam membela bangsa dan tanah airnya
bukanlah dengan perlawanan fisik namun dengan pemikiran-pemikirannya yang
demokratis, ini membuktikan bahwa perlawanan terhadap kolonial Belanda tidak perlu harus selalu dengan kekerasan
fisik. Pada akhirnya semangatnya yang berkobar mampu membangkitkan kesadaran
nasionalisme siapa saja yang mengenalnya dan belajar banyak darinya.
Cipto
Mangunkusumo bersifat nonkooperatif terhadap pihak kolonial Belanda. Selain
itu, ia juga keluar dari organisasi Budi Utomo yang menunjukan jiwa politik
radikal revolusionernya setelah berbeda pendapat dengan Rajiman Wediodiningrat.
Cipto mengatakan bahwa bangsa Timur tidak lebih bodoh dari bangsa Barat.
Masalahnya hanya masaah kesempatan saja. Oleh karena itu, pendidikan bagi
bangsa Indonesia harus ditingkatkan dengan cara memanfaatkan pendidikan barat.
Meskipun
sebagai dokter, ia menunjukan bahwa di luar sana juga banyak masyarakat yang
menderita, selain Jawa. Cipto tidak memandang asal, keturunan, daerah, suku,
dan lain-lain, dan untuk mencapai itu semua maka seluruh bangsa Indonesia harus
bersatu, tidak hanya Jawa saja. Cita-cita Nampak jelas dengan berdirinya
perkumpulan Insulinde, dengan
menanamkan dalam diri mereka bahwa kita semua adalah bangsa Indonesia, bukan
lagi Indiers.
Kelebihan
buku ini adalah mencoba membuat pembaca memiliki nilai-nilai keteladanan dan
nasionalisme yang dimiliki oleh dr. Cipto Mangunkusumo, terutama bagi para
generasi muda saat ini. Sedangkan kelemahan buku ini adalah penulis terlalu
mengagung-agungkan Cipto Mangunkusumo, sehingga tidak ada sama sekali kecacatan
atau kekurangan yang dilakukan Cipto.
13. Polteksos
(Politik – Ekonomi - Sosial) Ajaran Bung Hatta
Karya
Suryountoro, tahun Terbit: 1980, Penerbit: Bina Ilmu, Surabaya
Kata
Kunci: Indonesia Merdeka, Marhaen, Ekonomi Rakyat
Buku karya Suryountoro ini mengupas mengenai sebagian
wejangan-wejangan Bung Hatta mengenai Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas
aktif, Ekonomi rakyat dan koperasi, serta kegembiraan dalam bekerja (sosial),
dan lain sebagainya
Dalam
kaitannya dengan pergerakan nasional Indonesia, salah satu wejangan beliau di
bidang sosial adalah “sejak dari zaman penjajahan tujuan pergerakan kita yang
terakhir bukanlah kemerdekaan nasional, malahan kemerdekaan manusia dari segala
tindasan. Indonesia Merdeka bagi kita bukanlah tujuan tersendiri, melainkan
syarat untuk mencapai kemakmuran rakyat, jasmani, dan rohani. Di mana-mana saya
bicara di muka rakyat senantiasa saya tegaskan, bahwa tujuan kita ialah
Indonesia Merdeka, berdaulat, adil dan makmur..…”. Wejangan tersebut dapat
membangkitkan semangat rakyat dalam pergerakan nasional.
Dalam
bidang ekonomi, ia menggagas ekonomi rakyat. Wejangan beliau yaitu
“…..Demikianlah juga kewajiban saudagar Indonesia. Dengan dua jalan ia dapat
mendatangkan bahagian kepada rakyat jelata.
Pertama:
Menolong menurunkan harga pasar, yang sekarang hampir
dimonopoli oleh bangsa asing.
Kedua: Menolong menjualkan barang-barang yang
dihasilkan oleh kaum
tani atau buruh sendiri dengan
harga patut, sehingga sebagian
yang
terbesar daripada hasil jerih payah marhaen kita itu pulang
kembali kepada marhaen…..”.
Wejangan
tersebut jelas membangkitkan semangat rakyat Indonesia dalam hal ekonomi
rakyat, dimana ajaran marhaen (meningkatkan kesejahteraan rakyat jelata) lebih
meningkatkan lagi semangat para saudagar untuk bersatu melawan penjajah asing.
Sedangkan dalam bidang politik, beliau menggagas politik Luar Negeri yang
dipakai Indonesia adalah bebas aktif, tentunya setelah Indonesia merdeka,
sehingga tidak masuk dalam ranah pergerakan nasional Indonesia.
Kelebihan
buku ini adalah wejangan-wejangan Bung Hatta yang penuh dengan spirit bagaikan
kobaran api yang membangkitkan semangat rakyat pada saat itu dan membuat
pembaca buku saat sekarang berpikir untuk meneruskan Perjuangan mengisi
kemerdekaan Indonesia. Kelemahan buku ini adalah sumbernya kurang banyak,
wejangan-wejangan dari Bung Hatta hanya sebagian saja tidak seluruhnya.
14. Sejarah
dan Pendidikan Sejarah: Perspektif Malaysia dan Indonesia
Karya
Abdul Razaq Ahmad dan Andi Suwirta, Tahun Terbit: 2007, Penerbit: Historia
Utama Press, Bandung.
Kata
Kunci: Medan Prijaji,
Hindia Olanda, Sarekat Priyayi
Buku tersebut berisi tentang materi
sejarah dan pendidikan sejarah dipandang dari perspektif Malaysia dengan
perspektif Indonesia. Kebijakan Politik Etis yang diperkenalkan pemerintah
Belanda pada tahun 1901 telah mendorong terbentuknya kelompok sosial baru yang
dikenal dengan sebutan golongan elite modern atau Priyayi Baru.
Golongan
elite modern ini pula yang kemudian menjadi agen pembaharuan dan pelopor bagi
gerakan nasional. Dalam memperjuangkan cita-cita nasional itu digunakan modus
operandi baru dengan membentuk organisasi dan pers sebagai saah satu media
komunikasi modern. Memang, sebagaimana sering dikatakan, antara organisasi
pergerakan nasional dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Dalam
buku tersebut, Medan Prijaji dianggap sebagai media pers pertama di
Hindia-Olanda (Indonesia sekarang). Raden Mas Tirto Adhi Soerjo mendirikan
Sarekat Priyayi, dan agar terjadi komunikasi di antara anggota sarekat itu,
maka pada tahun 1907 ia mendirikan Medan Prijaji di Bandung. Surat kabar ini
merupakan medan dan lapangan bagi golongan priyayi (bangsawan), saudagar
(pedagang), dan officier (pejabat), untuk memanjukan penduduk Indonesia yang
tertinggal. Selain itu Tirto Adhi Soerjo menerbitkan surat kabar lain, seperti:
Soeloeh Keadilan, Poetri Hindia,
Pantjaran Warta, Soeara Staats Spoorwegen, Soeara Burgerlijke Openbare Werken,
dan Soeara Pegadaian.
Selain
surat kabar, ia dengan haji Samanhoedi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di
Solo, dengan tujuan utama untuk memajukan kepentingan ekonomi umat Islam di
Hindia Olanda.
Budi
Utomo (1908) memiliki surat kabar: Retnodhoemilah,
Darmokondo, dan Goeroe Desa. Sarekat Islam (1912) memiliki
surat kabar: Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Pantjaran Warta, Sinar Djawa,
Medan Moeslim, dan Sarotomo.
Isdische Partij (1912) memiliki surat kabar: De Expres, Het Tijdschrift, Tjahaja Timoer, dan Persatoean Hindia. Muhammadiyah (1912)
memiliki surat kabar: Pandji Islam,
Penaboer, dan Adil. Dan
Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda memiliki majalah Indonesia Merdeka.
Pada
tahun 1926 ketika organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan
pemberontakan di Jawa dan sebagian Sumatera dan kemudian berhasil ditumpas oleh
pemerintah kolonial. Hal tersebut berdampak kemudian. Pada awalnya organisasi
pergerakan dan pers sebagai media pergerakan, bersifat politik, radikal dan
nonkooperatif, kemudian memasuki tahun 1930-an berubah menjadi bersifat netral,
moderat dan kooperatif sebagai akibat ditumpasnya pemberontakan PKI yang gagal
tersebut.
Kelebihan
buku ini adalah menitikberatkan Pers sebagai alat perjuangan, disamping
organisasi-organisasi pergerakan, sumber-sumbernya juga cukup banyak dan
analisis penulis sangat kritis.
15. Sejarah
& Perkembangan Pers di Indonesia
Karya
Drs. I Taufik, Tahun Terbit: 1977, Penerbit: Trinity Press.
Kata
Kunci: Pers Indonesia
Buku tersebut menjelaskan bagaimana Pers di Indonesia dapat
berkembang dari masa ke masa. Selain itu, penulis mencoba menggambarkan persoalan-persoalan
yang dialami pers di Indonesia, sebagai alat perjuangan dan pengemban amanat
penderitaan rakyat.
Pers nasional sejak zaman penjajahan Belanda sudah merupakan
alat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa sebagai usaha memperbaiki nasib rakyat
yang terjajah. Dengan sarana-sarana yang serba sederhana tanpa menghiraukan
ancaman pihak penjajah, para karyawan pers kita terus berusaha untuk mendidik
rakyat serta menarik simpati umum akan nasib rakyat.
Sejarah pers Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, sejalan
dan senasib dengan sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa secara berorganisasi
sejak awal abad ke-20. Tidak kecil jumlah wartawan yang dibuang ke Digul,
selain para tokoh-tokoh partai politik. Jelaslah bahwa pers menunjukkan
pergolakan masyarakat bangsa Indonesia yang menuntut kemerdekaan dan perbaikan
nasib.
Kelebihan
buku ini adalah mencoba menjelaskan mengenai peranan pers dalam usaha
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di samping organisasi-organisasi
kebangsaan. Kelemahan buku ini adalah hanya menggambarkan secara sekilas
tentang sejarah dan perkembangan pers, artinya tidak meyeluruh. Sehingga tidak
terasa atmosfer pergerakan yang dilakukan oleh pers tersebut.
16. Indonesia
dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan
Karya
Prof. Dr. A. B. Lapian (alm), dkk, Tahun Terbit: 2012, Penerbit: Ichtiar Baru
van Hoeve, Jakarta.
Kata
Kunci: Pers, Nasionalisme Indonesia
Buku ini membahas mengenai sejarah Indonesia dalam masa
Pergerakan Kebangsaan. Diawali dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda,
Pers sebagai media ekspresi nasionalisme Indonesia, reformasi Islam dan
kebangkitan kebangsaan, peranan pemuda dan perempuan dalam dinamika
nasionalisme Indonesia, sistem kepartaian pada masa pergerakan nasional beserta
perkembangan organisasi massa-nya, sampai kepada berakhirnya pemerintahan
Hindia Belanda.
Kelebihan
buku ini adalah ditulis oleh banyak sejarawan, sehingga warna yang tergambar di
dalamnya sangat beragam dan memiliki banyak perspektif, serta gaya oenulisan
yang beragam pula. Selain itu, buku ini juga mencoba meluruskan kontroversi sejarah di masa
pemerintahan orde baru. Buku tersebut bersifat Indonesia sentris, sehingga
cocok untuk pembaca yang ingin tahu dari sisi netral pergerakan nasional, bukan
dari etnosentrisme.
17. Sejarah
Revolusi Kemerdekaan Daerah Sulawesi Utara
Karya:
- , Tahun Terbit: 1983, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Kata
Kunci: PUTERA, PETA
Buku
tersebut mendeskripsikan mengenai masa pendudukan Jepang (1942-1945) di daerah
Sulawesi Utara. Dalam bidang pemerintahan di mulai saat sasaran militer Jepang
hanyalah dipusatkan di Minahasa. Kemudian merambat ke Sangir Talaud, Gorontalo,
dan Bolaang Mongondow. Dalam bidang sosial-ekonomi, menekankan pada agama,
pendidikan, komunikasi, dan seni budaya.
Kegiatan
organisasi politik dan sosial seperti: (1). Gerakan Tiga A, yang memiliki satu
semboyan “Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia”,
propaganda Gerakan Tiga A ini dikumandangkan dimana-mana di daerah Sulawesi
Utara; (2). Gerakan PUTERA atau Pusat Tenaga Rakyat, di Sulawesi Utara ini
gerakan PUTERA hanya terdapat di daerah Gorontalo; (3). Keimin Bunka Syidosyo
atau Badan Pusat Kebudayaan, bergerak lebih menonjol di Gorontalo dan pelaksanaannya
melalui bidang pendidikan; (4). Organisasi Kepemudaan Seinenden dan Seinentai,
untuk menggembleng pemuda; (5). Organisasi Kemiliteran/Semi Militer seperti
Keibodan, Heiho, Pasukan Pemuda Indonesia, Boo Ei Teisintai, dan Pasukan
Pembela Tanah Air; (6). Pengerahan Romusya; (7). Organisasi Kewanitaan atau
Fujinkai; (8). Komite Tenaga Rakyat; dan Menado Syukai Gi In.
Kelebihan
buku ini adalah mencoba mengangkat sejarah pergerakan di daerah Sulawesi Utara
yang tidak banyak peneliti angkat sebagai objek penelitian. Kelemahan buku ini
adalah pengolahan data yang kurang baik.
18. Sejarah
Kebangkitan Nasional Daerah Jambi
Karya:
- , Tahun Terbit: 1979, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Kata
Kunci: Kebangkitan Nasional
Buku tersebut
menjelaskan bahwa daerah Jambi baru dapat ditaklukkan oleh kekuasaan Kolonial
Belanda pada tahun 1906, yaitu setelah Sultan Taha Saifuddin dan kemudian pada
tahun tersebut Pangeran Ratu menyerah serta dibuang ke Parigi, Menado.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada masa awal Kebangkitan
Nasional di Indonesia, Belanda barulah dapat menguasai Jambi, dengan demikian
daerah Jambi hanya tiga puluh enam tahun lamanya berada di tangan kekuasaan
Belanda. Hal inilah nampaknya yang menyebabkan politik Kolonial Belanda, sistem
pemerintahan di daerah Jambi dan segi-segi kehidupan, sosial budaya, ekonomi,
politik, dan lain sebagainya di daerah Jambi berbeda dengan daerah lain.
Kelebihan buku ini adalah penyusunan buku secara sistematis
per-sub-bab tertentu. Kelemahan buku ini
adalah tidak ada sumber sejarah mengenai: anggota Volksraad yang mewakili daerah, dewan-dewan (raad) yang berdiri di daerah, interaksi dengan pemogokan di sekitar
tahun 1923, interaksi dengan pemberontakan tahun 1926/1927, interaksi dengan
Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), dan
beberapa interaksi dengan organisasi/partai tertentu di antaranya dengan
Muhammadiyah.
19. Sejarah
Perempuan Indonesia: Gerakan & Pencapaian
Karya
Cora Vreede- De Stuers, Tahun Terbit: 2008, Penerbit: Komunitas Bambu, Jakarta.
Kata
Kunci: Perempuan Indonesia, PPI
Buku tersebut
menjelaskan studi tentang gerakan perempuan modern awal abad ke-20 yang
dipengaruhi oleh suasana pergerakan nasional. Dalam hal ini, Cora
merekonstruksi beberapa aspek. Pertama, mengenai identitas “perempuan Indonesia”
ditinjau dari asal-usul sosio-kulturalnya dan yang mencapai kesatuan pandang
dalam melawan hukum perkawinan dan pembodohan terhadap perempuan. Kedua, ia pun
merekonstruksi kesadaran personal, kesadaran organisasi, hingga seluruhnya itu
berujung pada gerakan perempuan nasional dalam himpunan Perikatan Perempuan
Indonesia (PPI).
Kelebihan
buku ini adalah mencoba menunjukan karya orang asing pertama yang mengungkap
pergerakan perempuan nasional, baik dalam hal melawan adat maupun kolonial.
Kelemahan buku ini adalah studi Cora masih kurang lengkap tanpa informasi
perempuan dan gerakannya pada saat evolusi itu mencapai revolusi kemerdekaan.
20. Dinamika
Pergerakan Kebangsaan Indonesia: dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan
Karya
Drs. Cahyo Budi Utomo, M. Pd, Tahun Terbit: 1995, Penerbit: IKIP Semarang
Press, Semarang.
Kata
Kunci: Budi Utomo, Kemerdekaan Indonesia
Buku tersebut
memusatkan perhatiannya pada fenomena tumbuh berkembangnya nasionalisme dan
pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, dekade munculnya
fenomena nasionalisme sebagai kekuatan penggerak aktivitas pergerakan
kebangsaan Indonesia yang dimulai dari lahirnya Budi Utomo (1908) sebagai tanda
kebangkitan nasional, hingga diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia (1945)
merupakan periode yang disebut Pergerakan Kebangsaan Indonesia.
Pergerakan
kebangsaan Indonesia sebagai fenomena historis merupakan hasil dari berbagai
faktor seperti politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dengan semua
interelasinya akibat kolonialisme. Dalam konteks semacam itu, pergerakan
kebangsaan Indonesia merupakan reaksi terhadap situasi dan kondisi yang telah
diciptakan oleh pihak kolonial. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya,
pergerakan kebangsaan Indonesia dan praktek-praktek kolonialisme tidak dapat
dipisahkan, keduanya saling mempengaruhi secara timbal balik. Dengan konsep
demikian, segi-segi utama “dinamika pergerakan kebangsaan Indonesia” dapat dipelajari,
seperti kekuasaan kolonial yang menindas pergerakan, dan kaum pergerakan yang
selalu berusaha menentang kolonialisme.
21. Sejarah
Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Nusa Tenggara Timur
Karya:
Drs. M. Koehuan, dkk, Tahun Terbit: 2012, Cetakan Kedua, Penerbit: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kata
Kunci: Imperialisme, Kolonialisme
Buku tersebut
menjelaskan mengenai Perlawanan daerah Nusa Tenggara Timur terhadap
imperialisme dan kolonialisme. Hakekat dari perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kolonialisme dan imperialism adalah keinginan dan tindakan yang
mengibarkan panji-panji pemberontakan untuk membebaskan diri dari keadaan yang
menekan.
Nusa
Tenggara Timur terlibat pula dalam peristiwa-peristiwa nasional tersebut.
Perlawanan di Nusa Tenggara Timur tersebar hampir di seluruh wilayahnya.
Perlawanan-perlawanan tersebut antara lain: Perlawanan Kauniki, Bipolo,
Kolbano, Niki-niki dan lain-lain di Pulau Timor; Perlawanan dari Longa,
Watuapi, Lewokluok, Lewotaka, Leworok dan lain-lain di pulau Flores; Perlawanan
Wonakaka, Lambanapu dan lain-lain di pulau Sumba; Perlawanan Kabola, Kolwi dan
Momet di pulau Alor, serta beberapa perlawanan rakyat lainnya di pulau Sabu dan
Rote seperti Perlawanan Mahara, Termanu dan lain-lain.
Kelebihan
buku tersebut adalah mencoba menanamkan nilai-nilai patriotik kepada generasi
pembaca saat ini dan kepada generasi mendatang. Kelemahan buku ini adalah
penelitian yang dilakukan hanya berlangsung satu bulan saja, yaitu dari bulan
September sampai bulan Oktober 1981, sehingga keakuratan data masih perlu
ditinjau kembali.
22. Indonesia
Merdeka: Biografi Politik Mohammad Hatta
Karya
Mavis Rose, Tahun Terbit: 1990, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kata
Kunci: Perhimpunan Indonesia, PNI Baru
Buku tersebut menjelaskan bagaimana sepak terjang Mohammad Hatta
atau yang lebih dikenal dengan Bung Hatta, dalam sumbangsihnya terhadap
kemerdekaan Indonesia. Di awali dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat,
sebagai tanah kelahirannya. Perjuangan Bung Hatta telah dimulai sejak di alam
Minangkabau sebagai wilayah yang subur dan produktif. Pada mulanya ia menyadari
bahwa ia juga termasuk orang yang takluk akan kolonialisme Belanda. Kemudian ia
merasakan tantangan yang sudah tak tertahankan lagi, sehingga melakukan
provokasi dan pembalasan melalui Perhimpunan Indonesia (sebagai ketua). Ia
dikeluarkan dari Perhimpunan Indonesia karena dituduh oleh pemerintah kolonial,
bahwa ia telah melanggar disiplin dan
prinsip kolektivisme. Ia pun menolak tuduhan tersebut dengan lantang.
Untuk itu, Hatta mengajak Sjahrir untuk mendirikan PNI Baru yang
dikenal dengan Pendidikan Nasional Indonesia. Lalu ia diasingkan ketika
pemerintah Belanda mulai bersifat refresif terhadap organisasi-organisasi
kebangsaan, terutama terhadap tokoh-tokoh penting saat itu. Selain itu Bung
Hatta juga berada dalam masa peralihan kekuasaan dari Belanda menuju Jepang,
sampai pada akhirnya memproklamasikan kemerdekaan.
Kelebihan
buku ini adalah mencoba mengangkat Bung Hatta sebagai tokoh kebangsaan,
sehingga pembaca dapat meneladani sikap dan semangat beliau selama masa
pergerakan nasional. Kelemahan buku ini adalah hanya bersifat biografi saja,
sehingga fokusan materi tertuju kepada Mohammad Hatta.
23. Sejak
Indische sampai Indonesia
Karya:
Sartono Kartodirdjo, Kata Pengantar: Taufik Abdullah, Tahun Terbit: 2005,
Penerbit: Kompas, Jakarta.
Buku karya Sartono
Kartodirdjo ini menjelaskan mengenai Sejarah Pergerakan Indoensia yang dimulai
dari istilah Indische sampai menjadi Indonesia.
Diawali
dari peristiwa masa lalu, yaitu kisah tentang Pangeran Sambernyawa atau Raden
Mas Said sebagai pahlawan nasional. Kemudian merambat kepada awal masa
pergerakan, memang organisasi seperti Beodi Oetomo, Sarekat Islam, Pasundan,
dan sebagainya berfungsi sebagai lambing identitas kebangsaan dan masih
terbatas pada etno-nasionalis. Kemudian muncul istilah Perhimpoenan Indonesia
pada tahun 1922 yang diterjemahkan dari De Indische Vereeniging. Sebagai dasar
perhimpunan, ditetapkan antara lain masa depan bangsa Indonesia dalam bentuk
pemerintahan semata-mata ada di tangan bangsa sendiri. Sehingga dikatakan bahwa
munculnya Perhimpoenan Indonesia adaah sebagai manifesto Politik saat itu.
Lalu dibahas
mengenai Kongres Boedi Oetomo yang pertama, guna memajukan pendidikan serta
taraf kehidupan rakyat pada umumnya, meskipun pada kenyataannya hanya baru
merangkul masyarakat di daerah Jawa dan sebagian Madura.
1 comments:
terimakasih,cukup lengkap.sukses selalu
Post a Comment