Tips Cara Membuat Anotasi Bibliografi Buku Sumber Sejarah

Friday, April 28, 2017



ANOTASI BIBLIOGRAFI
BUKU SUMBER SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
Oleh:
DIKA NUGRAHA (NIM 1301402)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


     Menurut buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI (2015, hlm: 10), anotasi bibliografi terdiri atas kata "anotasi" dan "bibliografi". Anotasi mengandung arti "ringkasan atau evaluasi", sementara bibliografi dapat diartikan sebagai "daftar sumber bacaan yang digunakan untuk mengkaji sebuah topik". Dengan kata lain, anotasi bibliografi merupakan bentuk tulisan yang memaparkan kajian atau ringkasan singkat dari beberapa buku atau artikel yang saling berkaitan. Di samping itu, uraiannya menggambarkan pemahaman penulis terhadap buku atau artikel yang dibahas.

Baca Juga: Apa Itu Sejarah ?
                            Komparasi2 (Dua) Buku dari Aspek Metodologisnya 
                            Mengenal Multikulturalisme, Seberapa Tahukah Anda ?
                 Ini Pendapatku, Mana Pendapatmu ?

                            Apakah Benar, di Cadas Pangeran Sumedang
 
     Adapun format umum anotasi bibliografi dapat bersifat deskriptif maupun deskripftif-evaluatif. Struktur umum anotasi bibliografi pada dasarnya mengikuti pola berikut:
1. Detil sumber kutipan (penulisan referensi dengan gaya selingkung tertentu).
2. Pernyataan singkat mengenai fokus utama tujuan penulisan buku atau sumber bacaan tertentu.
3. Ringkasan teori, temuan penelitian atau argumen yang dimuat di dalamnya.
4. Pertimbangan terkait kelebihan atau kekurangan yang dimiliki sumber bacaan terebut dari segi kredibilitas penulis, argumen yang disampaikan, dll.
5. Komentar evaluatif terkait bagaimana hasil kajian dari sumber yang dibaca dapat sejalan dan berguna bagi penelitian yang sedang dilakukan.
     Berikut ini beberapa contoh anotasi bibliografi terhadap buku sumber Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
1.    Pagoejoeban Pasoendan 1927-1942: Profil Pergerakan Etno-nasionalis Karya Suharto, Tahun Terbit: 2002, Penerbit: Satya Historika, Bandung.
Kata Kunci: Pagoejoeban Pasoendan, PPPKI, Boedi Oetomo, Parindra, PBI

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Pagoejoeban Pasoendan didirikan di Jakarta, tepatnya di rumah seorang yang kemudian terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Pertama, bukan di gedung STOVIA. Perkumpulan itu baru didirikan dalam suatu rapat yang diadakan pada hari Minggu, tanggal 20 Mei 1913. Semua tulisan yang membicarakan perkumpulan itu menyebutkan bahwa Pagoejoeban Pasoendan didirikan bulan September 1914, ada pula yang menyebutkan tanggalnya yaitu 22 September 1914. Tanggal yang terakhir adalah tanggal surat permohonan Pengurus Besar Pagoejoeban Pasoendan yang pertama kepada Pemerintah Hindia Belanda agar perkumpulan itu disahkan.
Alasan lahirnya Pagoejoeban Pasoendan karena adanya rasa tidak puas antara anggota-anggota asal Sunda terhadap Boedi Oetomo yang dinilai dari segi sosial-budaya hanya merangkul penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada 1927 Pagoejoeban Pasoendan menjadi anggota PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) karena telah menerima ideologi nasionalisme Indonesia yang mengubah sifat perkumpulan etnis menjadi perkumpulan etno-nasionalis. Pada kongres Pagoejoban Pasoendan tahun 1936 diputuskan bahwa perkumpulan tersebut tidak meleburkan diri dalam badan fusi Partai Indonesia Raya (Parindra) yang dibentuk oleh Boedi Oetomo dan Persatoean Bangsa Indonesia (PBI) pada akhir tahun 1935.
Kelebihan buku tersebut adalah bahasanya yang mudah untuk dipahami oleh pembacanya, penulisnya mencoba seobjektif mungkin dalam menanggapi detil-detil peristiwa sejarah yang menyangkut Pagoejoeban Pasoendan.

2.    Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia
Karya A. K. Pringgodigdo, Tahun Terbit: 1978 Cetakan Kedelapan, Penerbit: Dian Rakyat, Jakarta.
Kata Kunci: Pergerakan Indonesia

Dalam buku tersebut diterangkan bahwa kata pergerakan meliputi semua aksi yang dilakukan dengan organisasi secara modern ke arah perbaikan hidup untuk bangsa Indonesia, oleh karena tidak puasnya dengan keadaan masyarakat yang ada.
Istilah pergerakan ini tidak saja mengenal gerakan yang menuju ke perbaikan derajat hidup semuanya (aksi politik), akan tetapi juga mengenai hal yang hanya merupakan sebagian saja (umpamanya hanya perekonomian, hanya kebudayaan, kebudayaan, keagamaan, pengajaran, kewanitaan, pemuda, dsb).
Selain itu juga buku tersebut mencoba membuat ikhtisar hidupnya Pergerakan Indonesia di Pulau Jawa tahun 1908-1942, agar bisa mengetahui benar-benar prinsip umum dari masing-masing pergerakan yang berpengaruh agak besar dan cara-cara aksi yang dilakukannya.
Kelebihan dari buku ini antara lain, pembahasannya cukup mendalam, yang mana setiap peristiwa, organisasi, partai-partai, dll, dijelaskan secara khusus. Di dalam buku ini juga di lampirkan data-data tentang jumlah anggota dewan rakyat.

3.    Nusantara Sejarah Indonesia
Karya Bernard H.M Vlekke, Tahun Terbit: 2008, Penerbit: KPG, Jakarta.
Kata Kunci: Pergerakan abad 20, BU, SI

Di dalam buku tersebut dilukiskan mengenai sejarah Indonesia dari periode Prasejarah-kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini terdapat bab yang membahas mengenai periode pergerakan nasional, yaitu pada BAB 15 tentang pergerakan, yakni Berakhirnya Suatu Koloni Lahirnya Suatu Bangsa.
Kelebihan buku ini adalah memfasilitasi pembaca yang ingin mengetahui secara umum periode pergerakan nasional Indonesia. Kelemahan buku ini adalah penjelasnnya kurang mendalam karena hanya menjelaskan secara umum pergerakan nasional di Indonesia, tidak secara spesifik.

4.    Sejarah Nasional dan Umum 2
Karya Amrin Imran dan Saleh A. Djamhari, Tahun Terbit: 1998, Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta.
Kata Kunci: Pergerakan Nasional, drainage, cultuurstelsel, STOVIA

       Dalam buku tersebut dipaparkankan mengenai latarbelakang lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia terutama dari kondisi dalam negeri (akibat sistem pemerintahan kolonial yang menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat) dan juga pengaruh dari luar negeri (modernisasi Jepang, kaum nasionalis India memperjuangkan swaraj atau pemerintah sendiri yang lepas dari Inggris, gerakan nasionalis Filipina, gerakan pembaruan Islam yang terjadi di berbagai negara Islam).
Bentuk pergerakan nasional ialah mendirikan organisasi dan strategi perjuangan disesuaikan dengan ciri khas masing-masing organisasi. Selain itu dibahas juga mengenai azas Perhimpunan Indonesia sebagai manifesto politik, usaha menggalang persatuan, Pergerakan Nasional pada masa pendudukan Jepang, dampak pendudukan Jepang, serta aktivitas perjuangan dalam mempersiapan kemerdekaan.
Kelebihannya adalah buku tersebut menurut saya mencoba memupuk semangat kebangsaan dan cinta tanah air, serta mengenalkan corak dan bentuk hubungan antarbangsa di dunia ke pada siswa SMU kelas 2. Kelemahannya adalah karena sasarannya siswa, jadi penjelasan setiap sub-bab nya tidak terlalu rinci.



5.    Zaman Bergerak: Radikalisme rakyat di Jawa, 1912-1926
Karya Takashi Shiraishi, Penerjemah: Hilmar Farid, Tahun Terbit: 2005 Cetakan Kedua, Penerbit: Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Kata Kunci: Boedi Oetomo, Indische Sociaal - Democratische Vereeniging, STOVIA, Algemeene, Volksraad

Dalam buku tersebut disajikan materi yang mengatakan bahwa untuk melihat fenomena kebangkitan “bumiputra” pada awal abad ke-20 itu terdapat pada gerakan rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan pertemuan, serikat buruh dan pemogokan, organisasi dan partai, novel, nyanyian, teater dan pemberontakan.
Secara keseluruhan, kajian yang kaya akan informasi berharga ini memperlihatkan bagaimana ekspresi politik modern yang memberi sumbangan pada wacana nasionalis yang sedang tumbuh kemudian dipakai oleh figur-figur yang berbeda. Dengan kata lain, penulis buku ini telah memberi gambaran yang jelas mengenai situasi yang terjadi di awal, dimana pemikir dan actor politik mulai menggunakan penjelasan modern dalam perjuangan mereka. Zaman bergerak, oleh karena itu maka akan memperdalam pemahaman sebenarnya tentang kehidupan politik di Indonesia pada seperempat pertama abad ini.
Lahirnya pergerakan yang radikal adalah pada tahun 1912, terjadi permusuhan antara orang-orang Jawa Rekso Roemekso dan orang-orang Tionghoa dari Kong Sing. Dan pergerakan radikal berakhir adalah pada tahun 1926 dimana pemberontakan komunis gagal dengan dibantainya PKI dan para massa pengikutnya. Awal tahun 1927, generasi intelektual nasionalis, yang kesadaran politiknya terbentuk sejak awal 1920-an, muncul di pentas politik dan mulai “bergerak” dari tempat yang sudah disediakan oleh generasi sebelumnya. Soekarno dengan slogan NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis) mengawali zaman baru untuk melawan kolonial dalam mencapai Indonesia merdeka.
Bab-bab dalam buku ini dibagi secara kronologis menjadi empat bagian. Setelah menggambarkan Surakarta sebagai arena, lalu dalam Bab 2 membicarakan pergerakan pada masa awal pembentukannya (1912-1917) dan transformasinya ke dalam zaman mogok (1918-1920) dalam Bab 3, 4, dan 5. Kemudian beranjak pada Bab 6 dan 7 mengenai zaman partai pada masa pergerakan. Dalam bab terakhir dibahas mengenai masa akhir pergerakan yang bergerak menuju pemberontakan komunis yang gagal pada akhir 1926 dan awal 1927.
Kelebihan buku ini adalah penulis mencoba membicarakan mengenai pergulatan antara kelompok-kelompok komunis dan Islam di dalam tubuh Sarekat Islam yang belum banyak dibahas oleh para sejarawan. Selain itu, juga organisasi-organisasi diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu.
Kelemahan buku ini adalah saking lengkapnya, malahan terlalu bertele-tele yang dimulai dari Surakarta dan Yogyakarta sebagai arena.

6.    Peranan Elit Agama pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia
Karya Mohammad Iskandar, dkk. Tahun Terbit: 2000, Penerbit: Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Kata Kunci: Muhammadiyah, Persis, SI, PSI, PSII, PERMI

       Dalam buku tersebut, tepatnya dalam bab 3: “dari gerakan sosial ke gerakan nasional”, terdapat bahasan mengenai peranan elit agama (Islam) pada masa pergerakan nasional Indonesia. Dimulai dari perlawanan rakyat daerah terhadap kekuasan kolonial Belanda, dan rakyat mendambakan seorang ulama/kyai/shaik/mualim sebagai Ratu Adil yang akan membawa pada masa kedamaian, masa keemasan. Pergerakan tersebut disebut dalam buku ini dengan “elit agama dalam pergerakan sosial”. Lalu memasuki masa pergerakan nasional, di Jakarta ketika tahun 1905 para ulama pembaharu mendirikan Jami’at Khair yang kemudian mengembangkan kegiatannya dengan mendirikan Surat Kabar Harian “Oetoesan Hindia” di bawah pimpinan Umar Said Cokroaminoto yang kemudian lebih dikenal sebagai pemimpin Sarekat Islam. Di Yogyakarta pada 1912, Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Disusul pendirian Al- Islam Wal- Irsyad di Jakarta (1923), Persatuan Islam di Bandung (1923), dan masih banyak lagi.
       Sarekat Dagang Islam yang didirkan oleh Tjokroaminoto pada tahun 1911 dan diganti namanya menjadi Sarekat Islam pada 1912 memiliki anggota ribuan orang bahkan ada yang menyebutkan sampai dua juta orang. Kongres pertamanya tahun 1916 yang bernama “National Indische Congres”untuk pertama kali dikemukakan perasaan kebangsaan Indische yang mengikat seluruh suku bangsa yang ada di kepulauan Hindia Kongres tersebut memutuskan bahwa HOS Tjokroaminoto sebagai ketua dan Abdul Muis sebagai wakil ketua. Masalah hangat dalam kongres itu adalah peranan SI dan Umat Islam pada umumnya dalam kegiatan kenegaraan. Selain itu dibahas upaya memajukan bidang ilmu pendidikan serta masalah demokrasi dan sosialisme dalm hubungannya dengan Islam.
       Selain Tjokroaminoto sebagai rokoh ulama kharismatik di tubuh SI, pada tahun 1915 bergabung pula haji Agus Salim yang pada periode selanjutnya memberikan makna pada Sarekat Islam dengan warna keislamannya. SI kemudian terpecah menjadi SI merah dan SI putih, sehingga pada kongres yang ke-6 SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam, selanjutnya kongres tahun 1931, PSI berubah menjad Partai Sarekat Islam Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, para alim ulama membentuk Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI).
Selanjutnya dirikan Al- Ittihadiyatul Islamiyyah (AII) oleh K. H. Ajengan Ahmad Sanusi pada 1931. Kemudian AII berkontribusi dalam mendukung gagasan Kyai Haji Mas Mansur dan Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk membentuk organisasi yang menyatukan seluruh umat Islam, yaitu majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).
       Kelebihan buku ini adalah mencoba mengungkap peranan elit Islam terhadap pergerakan nasional di Indonesia, bahwa kaum Islam juga turut berjuang dan berpengaruh terhadap Indonesia Merdeka. Kelemahan buku ini adalah karena memandang dari sudut pandang orang-orang atau pelakunya berlatarbelakang Islam, maka bagian lain selain yang menyangkut Islam tidak dikaji.

7.    Soekarno: Biografi Singkat 1901-1970
Karya Taufik Adi Susilo, Tahun Terbit: 2010, Cetakan Kedua, Penerbit: Garasi, Yogyakarta.
Kata Kunci: PNI, Indonesia Menggugat

       Buku karya Taufik Adi Susilo ini menceritakan tentang biografi singkat tokoh Soekarno dari tahun 1901-1970, yang mana di dalamnya terdapat rentang waktu pergerakan nasional Indonesia. Dalam buku tersebut, Soekarno diceritakan tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto. HOS Tjokroaminoto adalah guru baginya, yang mengajarkan Islam dan sosialime. Dimulai saat mendirikan Algemeene Studie Club pada tahun 1926 di Bandung yang merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI merupakan partai politik tertua di Indonesia yang didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Parta Nasional Indonesia pada tahun 1928. Setahun kemudian, pemerintah kolonial Belanda menilai PNI sebagai organisasi yang membahayakan, karena menyebarkan ajaran-ajaran kemerdekaan. Akhirnya, pada tahun 1929 Soekarno beserta tokoh-tokoh PNI yang lain ditangkap oleh pemerintah kolonial.
       Sebelum ditangkap, Soekarno berpidato di atas mimbar dengan mengepalkan tangannya, suaranya menggelegar, mengobarkan semangat di hadapan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia di Solo. Pidato tersebut berisi kepercayaan Soekarno akan terjadinya Perang Pasifik yang membuat Belanda terdepak dari tanah Nusantara dan disusul dengan kekalahan Jepang oleh sekutu, yang didasarkan perhitungan situasi revolusioner yang akan datang. Tetapi Soekarno tetap diadili di Landraad, Bandung, bersama tiga tokoh lainnya yaitu Gatot Mangkuprojo, Maskun Sumadiredja, dan Supriadinata. Dalam masa pengadilan, Soekarno menulis pidato “Indonesia Menggugat”, pledoi setebal 188 halaman. Lewat pledoinya itu, Soekarno memaparkan praktik kebobrokan kapitalisme dan imperialisme. Akhirnya Soekarno dan para tokoh lainnya dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung, setelah diadili di pengadilan Belanda.
       Kelebihan buku ini adalah mengupas peran Soekarno sebagai pendiri PNI, penulis Indonesia Menggugat, dalam kaitannya pergerakan nasional Indonesia. Kelemahan buku ini adalah hanya membahas sepak terjang PNI sebagai organisasi politik dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

8.    Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya
Karya Dra. Sri Sutjiatiningsih, Tahun Terbit: 1982, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: Tri Koro Darmo, Jong Java, Algemeene Studiclub, Indonesische Studieclub, PPPI

       Buku ini berisikan mengenai biografi Soegondo Djojopoespito sebagai tokoh yang berpengaruh dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia. Buku tersebut menyoroti peran pemuda, peran organisasi pemuda yang beraifat kedaerahan, dalam sumbangsihnya terhadap pergerakan nasional Indonesia.
Lahirnya Budi Utomo sebagai suatu perhimpunan politik kebangsaan Indonesia, segera disusul dengan berdirinya Sarekat Islam, Indische Party, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan lain-lain. Lahirnya partai-partai politik tersebut diikuti dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan pemuda (di kalangan pelajar) yang bersifat kedaerahan. Tri Koro Dharmo yang didirikan pada 7 Maret 1915 yang kemudian pada tahun 1918 berubah menjadi Jong Java. Kemudian pemuda dari Sumatera yang ada di Jakarta mendirikan Jong Sumatranen Bond. Setelah itu disusul dengan berdirinya Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Timoresche Verbond.
Selain perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan juga terdapat studiclub yang ada di Surabaya yaitu Indonesische Studieclub, dan yang ada di Bandung yaitu Algemeene Studiclub. Disamping itu juga ada golongan pemuda yang mengendaki persatuan Indonesia melalui Perhimpunan Indonesia yang pada awalnya, tahun 1908 bernama Indische Vereniging.
Di dalam buku tersebut juga dibahas Kongres Pemuda I yang dipipin oleh M. Tabrani dan Kongres Pemuda II, Soegondo Djojopoespito menjadi ketua sebagai wakil dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Dari Kongres Pemuda II pada tanggal 27-28 Oktober 1928 ini ahirnya Sumpah Pemuda yang setiap pada tanggal 28 Oktober selalu kita rayakan sebagai Hari Sumpah Pemuda.

9.    Oto Iskandar Di Nata
Karya Dra. Sri Sutjiatiningsih, Tahun Terbit: 1983, Cetakan Kedua, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Volksraad

       Buku karya Dra. Sri Sutjiatiningsih ini menyoroti mengenai otobiografi Oto Iskandar Di Nata sebagai pemuda yang aktif turut serta dalam perjuangan bangsa Indonesia. Dimulai dari Budi Utomo yang didirikan pada 20 Mei 1908, setelah Oto Iskandar Di Nata pindah ke Bandung, ia berusaha menghidupkan kembali Budi Utomo yang pada waktu itu tidak terdengar kegiatannya.            Dalam susunan kepengurusan yang baru, ia menjabat sebagai wakil ketua.
Oto Iskandar Di Nata juga aktif dalam Paguyuban Pasundan. Kemudian pada pemilihan pengurus bulan Desember 1929 di Bandung, Oto Iskandar Di Nata terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan sampai tahun 1945. Selain itu juga ia aktif sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat).
Kelebihan buku ini adalah karena bersifat biografi, maka penulis mencoba membuat pembaca untuk memiliki jiwa patiotisme. Kelemahan buku ini adalah daftar rujukan sumbernya kurang banyak dan tidak terdapatnya gambar.



10.    Peranan Pemuda: dari Sumpah Pemuda sampai Proklamasi
Karya Sagimun MD, Tahun Terbit: 1989, Penerbit: Bina Aksara, Jakarta.
Kata Kunci: Gerakan Pemuda, PNI, PPPI, Sumpah Pemuda

       Buku karya Sagimun MD ini merupakan buku yang bisa dikatakan cukup lengkap mengupas peranan pemuda dari sumpah pemuda sampai proklamasi. Tidak hanya itu saja, dalam buku ini dimulai dari latar belakang lahirnya gerakan pemuda yang diawali oleh kondisi negeri Belanda yang kaya karena menguras kekayaan alam beserta sumber daya manusia di Indonesia, sehingga menimbulkan semangat para pemuda untuk melakukan sebuah pergerakan.
       Sekolah dipandang sebaagi wadah komunikasi sosial bagi para pemuda. Sehingga para pemuda yang notabene ikut berlajar di sekolah mulai memiliki keinginan untuk mendirikan organisasi meski masih berasas kedaerahan, seperi Trikorodarmo yang berubah menjadi Jong Java, Jong Sumatera Bond, Sekar Rukun, Jong Minahasa, dll.
Persatuan Indonesia makin mantap ketika Soekarno dan Hatta menggelorakan Persatuan Nasional Indonesia, dalam hal ini Partai Nasional Indonesia (PNI) dipandang sebagai pelopor Persatuan. Selain itu, ada juga organisasi-organisasi pemuda yang berasas kebangsaan yang turut aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dan Pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia yang pada awalnya bernama Jong Indonesia, kemudian diubah pada kongres pertamanya pada bulan Desember 1927 dengan alasan masih ada bau Belandanya, yakni kata “Jong”. Meskipun Pemuda Indonesia bukan merupakan organisasi politik dan tidak ikut dalm praktik politik, namun jiwa dan semangatnya padat dengan cita-cita politik. Terbukti dengan adanya hubungan dan persatuan batin bersama PNI.
Lalu tercapailah sumpah pemuda dengan melalui Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II, tepatnya pada Kongres Pemuda II yang diadakan pada 27-28 Oktober 1928.
Kelebihan buku ini adalah dapat memberikan semangat kepada pembaca yang tidak mengalami perjuangan pada waktu itu. Kelemahan buku ini adalah tidak adanya ilustrasi gambar sehingga pembaca menjadi bosan dan mengantuk.

11.    Sejarah Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional
Karya Eko Praptanto, Tahun Terbit: 2013, Penerbit: Bina Sumber Daya MIPA, Jakarta
Kata Kunci: Volksraad, Politik Etis

     Buku karya Eko Praptanto ini diawali dengan membahas mengenai Politik Etis yang diterapkan di Indonesia sebagai produk kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. selain itu, dipaparkan pula mengenai kemunculan organisasi-organisasi baik kedaerahan maupun kebangsaan, baik kooperatif maupun radikal. Lalu membahas mengenai peristiwa Sumpah Pemuda beserta organisasi perempuan, kemudian pembentukan volksraad sampai meningkatnya peran volksraad tersebut. Dan diakhiri dengan pembahasan tentang situasi perekonomian zaman kebangkitan nasional, situasi sosial, perkembangan kesastraan, dan media massa.
     Kelebihan buku ini adalah mudah dipahami karena isinya bersifat kapita selekta, artinya materi yang dipilih secara umum atau garis besar tentang beberapa pokok permasalahan, karena ditujukan kepada siswa dan bagi guru yang akan mengajar, sehingga akan mempermudah untuk menguasai materinya. Kelemahan buku ini adalah karena tujuannya hanya kepada siswa, maka kurang efektif jika dijadikan sumber referensi bagi mahasiswa dan dosen atau akademisi lainnya.

12.    DR. Cipto Mangunkusumo
Karya Soegeng Reksodihardjo, Tahun Terbit: 2012, Cetakan Ketiga, Penerbit: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: Kolonialisme, Feodalisme, nonkooperatif, Indiers
Buku karya Soegeng Reksodihardjo ini menuturkan bagaimana perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh dr. Cipto Mangunkusumo dalam membela rakyatnya yang tertindas akibat kolonialisme dan feodalisme. Sifat Cipto yang terus terang membeberkan kesalahan pemerintah kolonial serta memperlihatkan adanya kepincangan-kepincangan dan ketidakadilan dalam masyarakat, nampak dalam tulisan-tulisannya yang berani. Caranya dalam membela bangsa dan tanah airnya bukanlah dengan perlawanan fisik namun dengan pemikiran-pemikirannya yang demokratis, ini membuktikan bahwa perlawanan terhadap kolonial Belanda  tidak perlu harus selalu dengan kekerasan fisik. Pada akhirnya semangatnya yang berkobar mampu membangkitkan kesadaran nasionalisme siapa saja yang mengenalnya dan belajar banyak darinya.
Cipto Mangunkusumo bersifat nonkooperatif terhadap pihak kolonial Belanda. Selain itu, ia juga keluar dari organisasi Budi Utomo yang menunjukan jiwa politik radikal revolusionernya setelah berbeda pendapat dengan Rajiman Wediodiningrat. Cipto mengatakan bahwa bangsa Timur tidak lebih bodoh dari bangsa Barat. Masalahnya hanya masaah kesempatan saja. Oleh karena itu, pendidikan bagi bangsa Indonesia harus ditingkatkan dengan cara memanfaatkan pendidikan barat.
Meskipun sebagai dokter, ia menunjukan bahwa di luar sana juga banyak masyarakat yang menderita, selain Jawa. Cipto tidak memandang asal, keturunan, daerah, suku, dan lain-lain, dan untuk mencapai itu semua maka seluruh bangsa Indonesia harus bersatu, tidak hanya Jawa saja. Cita-cita Nampak jelas dengan berdirinya perkumpulan Insulinde, dengan menanamkan dalam diri mereka bahwa kita semua adalah bangsa Indonesia, bukan lagi Indiers.
Kelebihan buku ini adalah mencoba membuat pembaca memiliki nilai-nilai keteladanan dan nasionalisme yang dimiliki oleh dr. Cipto Mangunkusumo, terutama bagi para generasi muda saat ini. Sedangkan kelemahan buku ini adalah penulis terlalu mengagung-agungkan Cipto Mangunkusumo, sehingga tidak ada sama sekali kecacatan atau kekurangan yang dilakukan Cipto.


13.    Polteksos (Politik – Ekonomi - Sosial) Ajaran Bung Hatta
Karya Suryountoro, tahun Terbit: 1980, Penerbit: Bina Ilmu, Surabaya
Kata Kunci: Indonesia Merdeka, Marhaen, Ekonomi Rakyat

     Buku karya Suryountoro ini mengupas mengenai sebagian wejangan-wejangan Bung Hatta mengenai Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif, Ekonomi rakyat dan koperasi, serta kegembiraan dalam bekerja (sosial), dan lain sebagainya
Dalam kaitannya dengan pergerakan nasional Indonesia, salah satu wejangan beliau di bidang sosial adalah “sejak dari zaman penjajahan tujuan pergerakan kita yang terakhir bukanlah kemerdekaan nasional, malahan kemerdekaan manusia dari segala tindasan. Indonesia Merdeka bagi kita bukanlah tujuan tersendiri, melainkan syarat untuk mencapai kemakmuran rakyat, jasmani, dan rohani. Di mana-mana saya bicara di muka rakyat senantiasa saya tegaskan, bahwa tujuan kita ialah Indonesia Merdeka, berdaulat, adil dan makmur..…”. Wejangan tersebut dapat membangkitkan semangat rakyat dalam pergerakan nasional.
Dalam bidang ekonomi, ia menggagas ekonomi rakyat. Wejangan beliau yaitu “…..Demikianlah juga kewajiban saudagar Indonesia. Dengan dua jalan ia dapat mendatangkan bahagian kepada rakyat jelata.
Pertama: Menolong menurunkan harga pasar, yang sekarang hampir
   dimonopoli oleh bangsa asing.
Kedua:   Menolong menjualkan barang-barang yang dihasilkan oleh kaum
               tani atau buruh sendiri dengan harga patut, sehingga sebagian
          yang terbesar daripada hasil jerih payah marhaen kita itu pulang
   kembali kepada marhaen…..”.
Wejangan tersebut jelas membangkitkan semangat rakyat Indonesia dalam hal ekonomi rakyat, dimana ajaran marhaen (meningkatkan kesejahteraan rakyat jelata) lebih meningkatkan lagi semangat para saudagar untuk bersatu melawan penjajah asing. Sedangkan dalam bidang politik, beliau menggagas politik Luar Negeri yang dipakai Indonesia adalah bebas aktif, tentunya setelah Indonesia merdeka, sehingga tidak masuk dalam ranah pergerakan nasional Indonesia.
Kelebihan buku ini adalah wejangan-wejangan Bung Hatta yang penuh dengan spirit bagaikan kobaran api yang membangkitkan semangat rakyat pada saat itu dan membuat pembaca buku saat sekarang berpikir untuk meneruskan Perjuangan mengisi kemerdekaan Indonesia. Kelemahan buku ini adalah sumbernya kurang banyak, wejangan-wejangan dari Bung Hatta hanya sebagian saja tidak seluruhnya.

14.    Sejarah dan Pendidikan Sejarah: Perspektif Malaysia dan Indonesia
Karya Abdul Razaq Ahmad dan Andi Suwirta, Tahun Terbit: 2007, Penerbit: Historia Utama Press, Bandung.
Kata Kunci: Medan Prijaji, Hindia Olanda, Sarekat Priyayi

            Buku tersebut berisi tentang materi sejarah dan pendidikan sejarah dipandang dari perspektif Malaysia dengan perspektif Indonesia. Kebijakan Politik Etis yang diperkenalkan pemerintah Belanda pada tahun 1901 telah mendorong terbentuknya kelompok sosial baru yang dikenal dengan sebutan golongan elite modern atau Priyayi Baru.
Golongan elite modern ini pula yang kemudian menjadi agen pembaharuan dan pelopor bagi gerakan nasional. Dalam memperjuangkan cita-cita nasional itu digunakan modus operandi baru dengan membentuk organisasi dan pers sebagai saah satu media komunikasi modern. Memang, sebagaimana sering dikatakan, antara organisasi pergerakan nasional dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Dalam buku tersebut, Medan Prijaji dianggap sebagai media pers pertama di Hindia-Olanda (Indonesia sekarang). Raden Mas Tirto Adhi Soerjo mendirikan Sarekat Priyayi, dan agar terjadi komunikasi di antara anggota sarekat itu, maka pada tahun 1907 ia mendirikan Medan Prijaji di Bandung. Surat kabar ini merupakan medan dan lapangan bagi golongan priyayi (bangsawan), saudagar (pedagang), dan officier (pejabat), untuk memanjukan penduduk Indonesia yang tertinggal. Selain itu Tirto Adhi Soerjo menerbitkan surat kabar lain, seperti: Soeloeh Keadilan, Poetri Hindia, Pantjaran Warta, Soeara Staats Spoorwegen, Soeara Burgerlijke Openbare Werken, dan Soeara Pegadaian.
Selain surat kabar, ia dengan haji Samanhoedi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo, dengan tujuan utama untuk memajukan kepentingan ekonomi umat Islam di Hindia Olanda.
Budi Utomo (1908) memiliki surat kabar: Retnodhoemilah, Darmokondo, dan  Goeroe Desa. Sarekat Islam (1912) memiliki surat kabar: Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Pantjaran Warta, Sinar Djawa, Medan Moeslim, dan Sarotomo. Isdische Partij (1912) memiliki surat kabar: De Expres, Het Tijdschrift, Tjahaja Timoer, dan Persatoean Hindia. Muhammadiyah (1912) memiliki surat kabar: Pandji Islam, Penaboer, dan Adil. Dan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda memiliki majalah Indonesia Merdeka.
Pada tahun 1926 ketika organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan di Jawa dan sebagian Sumatera dan kemudian berhasil ditumpas oleh pemerintah kolonial. Hal tersebut berdampak kemudian. Pada awalnya organisasi pergerakan dan pers sebagai media pergerakan, bersifat politik, radikal dan nonkooperatif, kemudian memasuki tahun 1930-an berubah menjadi bersifat netral, moderat dan kooperatif sebagai akibat ditumpasnya pemberontakan PKI yang gagal tersebut.
Kelebihan buku ini adalah menitikberatkan Pers sebagai alat perjuangan, disamping organisasi-organisasi pergerakan, sumber-sumbernya juga cukup banyak dan analisis penulis sangat kritis.

15.    Sejarah & Perkembangan Pers di Indonesia
Karya Drs. I Taufik, Tahun Terbit: 1977, Penerbit: Trinity Press.
Kata Kunci: Pers Indonesia

     Buku tersebut menjelaskan bagaimana Pers di Indonesia dapat berkembang dari masa ke masa. Selain itu, penulis mencoba menggambarkan persoalan-persoalan yang dialami pers di Indonesia, sebagai alat perjuangan dan pengemban amanat penderitaan rakyat.
     Pers nasional sejak zaman penjajahan Belanda sudah merupakan alat untuk memperjuangkan hak-hak bangsa sebagai usaha memperbaiki nasib rakyat yang terjajah. Dengan sarana-sarana yang serba sederhana tanpa menghiraukan ancaman pihak penjajah, para karyawan pers kita terus berusaha untuk mendidik rakyat serta menarik simpati umum akan nasib rakyat.
     Sejarah pers Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, sejalan dan senasib dengan sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa secara berorganisasi sejak awal abad ke-20. Tidak kecil jumlah wartawan yang dibuang ke Digul, selain para tokoh-tokoh partai politik. Jelaslah bahwa pers menunjukkan pergolakan masyarakat bangsa Indonesia yang menuntut kemerdekaan dan perbaikan nasib.
Kelebihan buku ini adalah mencoba menjelaskan mengenai peranan pers dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di samping organisasi-organisasi kebangsaan. Kelemahan buku ini adalah hanya menggambarkan secara sekilas tentang sejarah dan perkembangan pers, artinya tidak meyeluruh. Sehingga tidak terasa atmosfer pergerakan yang dilakukan oleh pers tersebut.

16.    Indonesia dalam Arus Sejarah: Masa Pergerakan Kebangsaan
Karya Prof. Dr. A. B. Lapian (alm), dkk, Tahun Terbit: 2012, Penerbit: Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.
Kata Kunci: Pers, Nasionalisme Indonesia
     Buku ini membahas mengenai sejarah Indonesia dalam masa Pergerakan Kebangsaan. Diawali dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Pers sebagai media ekspresi nasionalisme Indonesia, reformasi Islam dan kebangkitan kebangsaan, peranan pemuda dan perempuan dalam dinamika nasionalisme Indonesia, sistem kepartaian pada masa pergerakan nasional beserta perkembangan organisasi massa-nya, sampai kepada berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda.
Kelebihan buku ini adalah ditulis oleh banyak sejarawan, sehingga warna yang tergambar di dalamnya sangat beragam dan memiliki banyak perspektif, serta gaya oenulisan yang beragam pula. Selain itu, buku ini juga mencoba  meluruskan kontroversi sejarah di masa pemerintahan orde baru. Buku tersebut bersifat Indonesia sentris, sehingga cocok untuk pembaca yang ingin tahu dari sisi netral pergerakan nasional, bukan dari etnosentrisme.

17.    Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Sulawesi Utara
Karya: - , Tahun Terbit: 1983, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: PUTERA, PETA
    
Buku tersebut mendeskripsikan mengenai masa pendudukan Jepang (1942-1945) di daerah Sulawesi Utara. Dalam bidang pemerintahan di mulai saat sasaran militer Jepang hanyalah dipusatkan di Minahasa. Kemudian merambat ke Sangir Talaud, Gorontalo, dan Bolaang Mongondow. Dalam bidang sosial-ekonomi, menekankan pada agama, pendidikan, komunikasi, dan seni budaya.
Kegiatan organisasi politik dan sosial seperti: (1). Gerakan Tiga A, yang memiliki satu semboyan “Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia”, propaganda Gerakan Tiga A ini dikumandangkan dimana-mana di daerah Sulawesi Utara; (2). Gerakan PUTERA atau Pusat Tenaga Rakyat, di Sulawesi Utara ini gerakan PUTERA hanya terdapat di daerah Gorontalo; (3). Keimin Bunka Syidosyo atau Badan Pusat Kebudayaan, bergerak lebih menonjol di Gorontalo dan pelaksanaannya melalui bidang pendidikan; (4). Organisasi Kepemudaan Seinenden dan Seinentai, untuk menggembleng pemuda; (5). Organisasi Kemiliteran/Semi Militer seperti Keibodan, Heiho, Pasukan Pemuda Indonesia, Boo Ei Teisintai, dan Pasukan Pembela Tanah Air; (6). Pengerahan Romusya; (7). Organisasi Kewanitaan atau Fujinkai; (8). Komite Tenaga Rakyat; dan Menado Syukai Gi In.
Kelebihan buku ini adalah mencoba mengangkat sejarah pergerakan di daerah Sulawesi Utara yang tidak banyak peneliti angkat sebagai objek penelitian. Kelemahan buku ini adalah pengolahan data yang kurang baik.

18.    Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi
Karya: - , Tahun Terbit: 1979, Penerbit: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Kata Kunci: Kebangkitan Nasional

     Buku tersebut menjelaskan bahwa daerah Jambi baru dapat ditaklukkan oleh kekuasaan Kolonial Belanda pada tahun 1906, yaitu setelah Sultan Taha Saifuddin dan kemudian pada tahun tersebut Pangeran Ratu menyerah serta dibuang ke Parigi, Menado.
     Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada masa awal Kebangkitan Nasional di Indonesia, Belanda barulah dapat menguasai Jambi, dengan demikian daerah Jambi hanya tiga puluh enam tahun lamanya berada di tangan kekuasaan Belanda. Hal inilah nampaknya yang menyebabkan politik Kolonial Belanda, sistem pemerintahan di daerah Jambi dan segi-segi kehidupan, sosial budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya di daerah Jambi berbeda dengan daerah lain.
     Kelebihan buku ini adalah penyusunan buku secara sistematis per-sub-bab tertentu. Kelemahan  buku ini adalah tidak ada sumber sejarah mengenai: anggota Volksraad yang mewakili daerah, dewan-dewan (raad) yang berdiri di daerah, interaksi dengan pemogokan di sekitar tahun 1923, interaksi dengan pemberontakan tahun 1926/1927, interaksi dengan Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), dan beberapa interaksi dengan organisasi/partai tertentu di antaranya dengan Muhammadiyah.

19.    Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan & Pencapaian
Karya Cora Vreede- De Stuers, Tahun Terbit: 2008, Penerbit: Komunitas Bambu, Jakarta.
Kata Kunci: Perempuan Indonesia, PPI

     Buku tersebut menjelaskan studi tentang gerakan perempuan modern awal abad ke-20 yang dipengaruhi oleh suasana pergerakan nasional. Dalam hal ini, Cora merekonstruksi beberapa aspek. Pertama, mengenai identitas “perempuan Indonesia” ditinjau dari asal-usul sosio-kulturalnya dan yang mencapai kesatuan pandang dalam melawan hukum perkawinan dan pembodohan terhadap perempuan. Kedua, ia pun merekonstruksi kesadaran personal, kesadaran organisasi, hingga seluruhnya itu berujung pada gerakan perempuan nasional dalam himpunan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Kelebihan buku ini adalah mencoba menunjukan karya orang asing pertama yang mengungkap pergerakan perempuan nasional, baik dalam hal melawan adat maupun kolonial. Kelemahan buku ini adalah studi Cora masih kurang lengkap tanpa informasi perempuan dan gerakannya pada saat evolusi itu mencapai revolusi kemerdekaan.

20.    Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia: dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan
Karya Drs. Cahyo Budi Utomo, M. Pd, Tahun Terbit: 1995, Penerbit: IKIP Semarang Press, Semarang.
Kata Kunci: Budi Utomo, Kemerdekaan Indonesia

     Buku tersebut memusatkan perhatiannya pada fenomena tumbuh berkembangnya nasionalisme dan pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, dekade munculnya fenomena nasionalisme sebagai kekuatan penggerak aktivitas pergerakan kebangsaan Indonesia yang dimulai dari lahirnya Budi Utomo (1908) sebagai tanda kebangkitan nasional, hingga diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia (1945) merupakan periode yang disebut Pergerakan Kebangsaan Indonesia.
Pergerakan kebangsaan Indonesia sebagai fenomena historis merupakan hasil dari berbagai faktor seperti politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan dengan semua interelasinya akibat kolonialisme. Dalam konteks semacam itu, pergerakan kebangsaan Indonesia merupakan reaksi terhadap situasi dan kondisi yang telah diciptakan oleh pihak kolonial. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, pergerakan kebangsaan Indonesia dan praktek-praktek kolonialisme tidak dapat dipisahkan, keduanya saling mempengaruhi secara timbal balik. Dengan konsep demikian, segi-segi utama “dinamika pergerakan kebangsaan Indonesia” dapat dipelajari, seperti kekuasaan kolonial yang menindas pergerakan, dan kaum pergerakan yang selalu berusaha menentang kolonialisme.

21.    Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Nusa Tenggara Timur
Karya: Drs. M. Koehuan, dkk, Tahun Terbit: 2012, Cetakan Kedua, Penerbit: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kata Kunci: Imperialisme, Kolonialisme

     Buku tersebut menjelaskan mengenai Perlawanan daerah Nusa Tenggara Timur terhadap imperialisme dan kolonialisme. Hakekat dari perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialism adalah keinginan dan tindakan yang mengibarkan panji-panji pemberontakan untuk membebaskan diri dari keadaan yang menekan.
Nusa Tenggara Timur terlibat pula dalam peristiwa-peristiwa nasional tersebut. Perlawanan di Nusa Tenggara Timur tersebar hampir di seluruh wilayahnya. Perlawanan-perlawanan tersebut antara lain: Perlawanan Kauniki, Bipolo, Kolbano, Niki-niki dan lain-lain di Pulau Timor; Perlawanan dari Longa, Watuapi, Lewokluok, Lewotaka, Leworok dan lain-lain di pulau Flores; Perlawanan Wonakaka, Lambanapu dan lain-lain di pulau Sumba; Perlawanan Kabola, Kolwi dan Momet di pulau Alor, serta beberapa perlawanan rakyat lainnya di pulau Sabu dan Rote seperti Perlawanan Mahara, Termanu dan lain-lain.
Kelebihan buku tersebut adalah mencoba menanamkan nilai-nilai patriotik kepada generasi pembaca saat ini dan kepada generasi mendatang. Kelemahan buku ini adalah penelitian yang dilakukan hanya berlangsung satu bulan saja, yaitu dari bulan September sampai bulan Oktober 1981, sehingga keakuratan data masih perlu ditinjau kembali.

22.    Indonesia Merdeka: Biografi Politik Mohammad Hatta
Karya Mavis Rose, Tahun Terbit: 1990, Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kata Kunci: Perhimpunan Indonesia, PNI Baru

     Buku tersebut menjelaskan bagaimana sepak terjang Mohammad Hatta atau yang lebih dikenal dengan Bung Hatta, dalam sumbangsihnya terhadap kemerdekaan Indonesia. Di awali dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat, sebagai tanah kelahirannya. Perjuangan Bung Hatta telah dimulai sejak di alam Minangkabau sebagai wilayah yang subur dan produktif. Pada mulanya ia menyadari bahwa ia juga termasuk orang yang takluk akan kolonialisme Belanda. Kemudian ia merasakan tantangan yang sudah tak tertahankan lagi, sehingga melakukan provokasi dan pembalasan melalui Perhimpunan Indonesia (sebagai ketua). Ia dikeluarkan dari Perhimpunan Indonesia karena dituduh oleh pemerintah kolonial, bahwa ia telah  melanggar disiplin dan prinsip kolektivisme. Ia pun menolak tuduhan tersebut dengan lantang.
     Untuk itu, Hatta mengajak Sjahrir untuk mendirikan PNI Baru yang dikenal dengan Pendidikan Nasional Indonesia. Lalu ia diasingkan ketika pemerintah Belanda mulai bersifat refresif terhadap organisasi-organisasi kebangsaan, terutama terhadap tokoh-tokoh penting saat itu. Selain itu Bung Hatta juga berada dalam masa peralihan kekuasaan dari Belanda menuju Jepang, sampai pada akhirnya memproklamasikan kemerdekaan.
Kelebihan buku ini adalah mencoba mengangkat Bung Hatta sebagai tokoh kebangsaan, sehingga pembaca dapat meneladani sikap dan semangat beliau selama masa pergerakan nasional. Kelemahan buku ini adalah hanya bersifat biografi saja, sehingga fokusan materi tertuju kepada Mohammad Hatta.

23.    Sejak Indische sampai Indonesia
Karya: Sartono Kartodirdjo, Kata Pengantar: Taufik Abdullah, Tahun Terbit: 2005, Penerbit: Kompas, Jakarta.

     Buku karya Sartono Kartodirdjo ini menjelaskan mengenai Sejarah Pergerakan Indoensia yang dimulai dari istilah Indische sampai menjadi Indonesia.
Diawali dari peristiwa masa lalu, yaitu kisah tentang Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said sebagai pahlawan nasional. Kemudian merambat kepada awal masa pergerakan, memang organisasi seperti Beodi Oetomo, Sarekat Islam, Pasundan, dan sebagainya berfungsi sebagai lambing identitas kebangsaan dan masih terbatas pada etno-nasionalis. Kemudian muncul istilah Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1922 yang diterjemahkan dari De Indische Vereeniging. Sebagai dasar perhimpunan, ditetapkan antara lain masa depan bangsa Indonesia dalam bentuk pemerintahan semata-mata ada di tangan bangsa sendiri. Sehingga dikatakan bahwa munculnya Perhimpoenan Indonesia adaah sebagai manifesto Politik saat itu.
Lalu dibahas mengenai Kongres Boedi Oetomo yang pertama, guna memajukan pendidikan serta taraf kehidupan rakyat pada umumnya, meskipun pada kenyataannya hanya baru merangkul masyarakat di daerah Jawa dan sebagian Madura.

1 comments:

ahmad said...

terimakasih,cukup lengkap.sukses selalu

Post a Comment